Hanya pendidikan yang dapat menyelamatkan masa depan bukanlah uang puluhan miliyar atau tanda hormat dari kedudukan keluarga seseorang, Pendidikan yang bagaimana yang menghidupkan kebenaran apakah seperti realita hari ini ketika pelajaran dijejalkan seperti menuangkan air di gelas yang penuh air.  Kebenaran dari guru bukanlah bersifat causa prima karena sejatinya yang berbeda diantaranya adalah tahun kelahiran. Pengetahuan bukan lahir dari doktin ayat-ayat objek hafalan dan ilmu pengetahuan harusnya untuk memahami dan menyelesaikan persoalan. 
Guru atau pendidik harusnya tidak alergi dengan perubahan dengan mengedepankan pembaharuan kemudian memandang bahwa setiap ilmu pengetahuan selalu terbentuk oleh sebuah permasalahan dan pemasalahan akan berubah variablenya jika keluar dari konteksnya maka apapun yang terjadi dalam dunia transfer ilmu pengetahuan harus tetap dilakukan meskipun dalam medan peperangan.  

Kota bahkan harus berhenti untuk bisa memutuskan rantai penyebaran virus tak kasat mata ini, semua manusia harus berada di tempat tinggalnya minimal selama sepuluh hari. Kota metropolitan yang tiap hari disesaki oleh asap dengan hadirnya Covid-19 bumi sedikit bisa bernafas kembali, langit kembali membiru, udara kini lebih sejuk dan burung-burung pun tak malu lagi menari di angkasa tanpa harus takut gempuran asap limbah udara dari corong industrial. Dunia dewasa ini sedang mengalami perubahan subtansial, bagaimana mungkin seorang yang diciptakan sebagai makhluk sosial di paksa untuk melakukan hal yang bersifat bakhil, menghindari kerumunan, berjaga jarak bahkan ritual agama yang berjamaah harus dilakukan dengan individual. Begitu pula yang terjadi di dunia pendidikan.  
Dunia pendidikan yang mempuyai asas pawiyatan atau aula pertemuan guna tranfer pengetahuan dari seorang guru kepada muridnya harus terhambat oleh protokol kesehatan khususnya saat index penyebaran virus merangkak keatas setiap kerumunan seolah akan menjadi cluster baru Covid-19. Surabaya dalam tiga bulan pertama langsung meraih prediktat daerah zona merah bahkan zona hitam dalam trimester ke dua selama tahun 2020. SMK Pawiyatan tempat saya mengajar adalah salah satu tempat yang dilarang melakukan kegiatan termasuk pembelajaran tatap muka karena bertempat di daerah simomulyo yang padat penduduk dengan masyarakat ekonomi kelas menengah kebawah. 

Kesadaran akan kesehatan dan empati sosial sangat kurang diperhatikan apalagi jika itu berbenturan dengan masalah kebutuhan jasmani dan ekonomi. Mindset hidup mati sudah diatur ditangan Tuhan berakar kuat dalam cara pandang kehidupan penduduk setempat. Namun bagaimanapun juga pihak sekolah tidak bisa mengabaikan kondisi zona hitam surabaya meskipun banyak tuntutan dari banyak pihak untuk tetap mengadakan belajar mengajar secara luring atau tatap muka. Dengan banyak pertimbangan dari segi kondisi sekolah, kebiasaan dari siswa dan khususnya dampak kesehatan untuk siswa maka kepala sekolah kami memutuskan untuk kegiatan belajar mengajar secara daring sejak dikeluarkannya keputusan dari dinas pendidikan kota di awal penyebaran pandemic Covid-19 pada bulan maret 2020 hingga bulan ini September 2021. 
Pemanfaatan teknologi telekomunikasi mempuyai peranan penting dalam program sekolah, sebuah kebiasaan yang berubah seratus delapan puluh derajat karena sebelumnya dalam kegiatan belajar  mengajar di sekolah kami ada peraturan siswa diharapkan tidak membawa ponsel disekolah. Karena dilingkungan masyarakat berpenghidupan menengah kebawah terkadang disuatu kelas terlihat sangat kontras perbedaan latar belakang keluarga tersebut sehingga rawan munculnya permasalahan seperti munculnya sifat iri, bully, pencurian bahkan peredaran narkotika untuk alasan menyukupi kebutuhan hidup keluarga. 

Meskipun tidak banyak namun ada dalam era migrasi digital seperti sekarang ini ada siswa kami yang tidak mengenal yang namanya sebuah ponsel android bahkan untuk mengoperasikan sebuah computer atau laptop mereka masih kebinggungan. Sedangkan siswa yang hidup ditengah masyarakat menengah mempuyai kebiasaan yang hampir mirip yaitu pengakuan eksistensi mereka. Banyak siswa yang membutuhkan kebutuhan eksistensi karena kedua orang tua mereka sibuk bekerja untuk menyukupi kebutuhannya bahkan bisa dapat disimpulkan jika ada siswa yang bermasalah dalam bersosialisasi di dalam kelas mereka pasti berasal dari keluarga menegah yang kurang kasih sayang keluarga. 
Keadaan menengah mungkin bisa dikatakan setengah-setengah banyak hal lucu di kondisi kelas masyarakat ini. Seperti sebuah keluarga yang cukup dengan memiliki rumah berlantai dua lengkap dengan sebuah mobil di dalam garasi tapi dititipkan tetangganya demi meminta keringan uang sumbangan operasional sekolah hingga meminta surat keterangan di dinas sosial tapi menolak rumahnya di pasang stiker Keluarga Miskin, bahkan yang lebih lucu lagi ada seorang wali peserta didik yang memelas sambil menangis meminta anaknya untuk diikutkan ujian akhir semester dan berjanji ketika ada uang akan melunasi tanggungan enam bulan uang sumbangan operasional sekolah namun sorenya di hari yang sama putranya membuat status di sosial media jika orang tuanya barusan membeli sebuah kendaraan baru. Kelucuan-kelucuan ini terkadang membuat sulitnya sekolah menyaring kondisi keluarga yang memang membutuhkan bantuan.  

Banyaknya tantangan dalam menghadapi karakter masyarakat dan kewajiban sekolah sebagai tempat untuk memberikan ilmu pencerahan mau tidak mau harus membuka diri dengan melakukan uji coba dengan banyak memakai aplikasi berbasis e-learning atau learning management system untuk tujan bagaimana guru bisa merancang, mengatur dan menyampaikan materi pembelajaran tanpa harus tatap muka. Dalam proses awalnya sebuah permasalahan bagaimana materi pembelajaran benar-benar tersampaikan kepada peserta didik. Karena karekteristik siswa-siswi kami jarang memiliki kesadaran untuk belajar, kebanyakan dari mereka harus di tuntun untuk menyelesaikan persoalan.  
Meskipun kebayakan dari mereka adalah remaja yang sudah mempuyai ketertarikan dengan lawan jenis namun dalam hal kedewasaan dalam memaknai sebuah kegiatan sekolah belajar mengajar dan memaknai masa depan mereka seolah lupa bahwa waktu akan terus berjalan dan merubah mereka dari anak-anak manja menjadi individu yang bertanggung jawab mengisi kemerdekaan negara kita hasil darah dan airmata pejuang. 

Banyak hal yang membuat peserta didik menjadi pasif ialah pemahaman kehidupan yang diukur hanya dengan ekonomi yang terefleksi dari keadaan keluarga mereka sehingga banyak peserta didik mengeluhkan kebutuhan kapasistas quota internet yang digunakan sebagai media learning management system berjalan. Mereka lebih berbahagia menghabiskannya untuk merangkai fatamorgana dengan melihat para selebritas dan selebgram dalam mememamerkan kekayaan dari pada mendengarkan suara pendidik seperti kami yang kadang untuk bertahan hidup harus menyambi dengan pekerjaan lain. 
Setiap melakukan meeting dengan menggunakan aplikasi zoom dan melakukan pembelajaran daring mendapatkan viewer lima puluh persen dari jumlah siswa dikelas adalah hal yang sangat istimewa bagi kami di awal-awal proses pembelajaran daring karena kami sadari tidak semua dalam kelas yang mempuyai quota internet atau ponsel android yang mendukung. Namun dalam satu semester berjalan trend tersebut tidak meningkat bahkan cenderung menurun padahal sekolah memberikan fasilitas quota internet tambahan guna menopang berjalan pembelajaran daring ini. 

Berarti bukan permasalahan dari quota internet tidak cukup yang banyak membuat peserta didik tidak dapat melakukan pembelajaran daring. Sehingga sebagai wali kelas yang mendapatkan informasi dari teman pendidik sejawat kondisi kelas maya yang banyak peserta didik tidak hadir dalam meeting kelas online dan tidak dikumpulkannya tugas karena tugas adalah feedback dari adanya materi pembelajaran yang disampaikan maka kami memutuskan untuk mengumpulkan informasi siapa saja peserta didik yang bermasalah dan memutuskan untuk melakukan home visit di rumah mereka satu persatu sebagai upaya untuk mengali permasalahan dan mencari respon yang akurat dan real langsung dilapangan. 


  Dengan terjun dilapangan kita dapat menemukan banyak dampak dari pembelajaran daring ini selain dari permasalahan intern dari peserta didik dengan keluarganya terdapat penerapan pembelajaran yang tidak berjalan jika dilakukan dengan daring, seperti halnya kita mengajari seorang anak untuk bisa pandai mengendarai sepeda, bagaimana mungkin bisa tanpa sepeda anak tersebut belajar menentukan keseimbangan badan dan bagaimana menentukan haluan ketika belok atau putar balik dengan atau tanpa sepeda. Maka diperlukannya sebuah kombinasi pembelajaran guna menutupi kekurangan pembelajaran praktik karena kami adalah sekolah menengah kejuruan dan sebagai pendidik bidang pelajaran produktif kejurusan tidak bisa hanya mengandalkan system daring murni. 
Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan kami menggabungkan sistem daring dengan sistem luring dalam pelajaran produktif khususnya produktif rekayasa perangkat lunak dengan fokus pembelajaran studi kasus dan berkelompok. Teknis pelaksanaan kami dengan menerapkan share materi berbasis proyek portofolio seperti membuat sebuah game atau website dan langkah-langkah penyelesaian masalah dari koding dan pembuatan game atau website dari awal dengan menggunakan system daring di aplikasi Learning Management System lalu siswa dikelompokkan dengan komposisi yang merata secara kemapuan individu sebagai sebuah departemen yang berada di sebuah perusahaan kemudian untuk pengumpulkan tugas dilakukan dengan luring (tata muka) untuk melaksanakan demonstrasi proyek atau presentasi sehingga secara tidak langsung peserta didik dapat di kontrol dan di evaluasi dengan lebih tepat. 

Apakah dengan menggabungkan beberapa metode menjadi sebuah metode baru dapat menyelesaikan problem dari anak-anak? Jawabannya tidak karena sebagus apapun metode dari guru atau sekolah melakukan kegiatan belajar mengajar jika belum mampu menumbuhkan nilai penting dan manfaat nyata dari kegiatan belajar mengajar disekolah pada diri pribadi peserta didik semua metode akan dipandang sebagai gugur kewajiban sang anak kepada orang tuanya. 
Maka sang pendidik idealnya mengetahui minat dan bakat satu persatu siswa didiknya karena seperti layaknya seorang dokter satu treatment pengobatan untuk satu orang tidak bisa digunakan untuk semua orang. Satu siswa tidak akan sama dengan siswa lainnya sehingga wajar dalam satu kelas banyak perbedaan instrumen, banyak ragam metode belajar dan banyak minat yang dimunculkan karena pada dasarnya manusia itu unik dan setiap sidik jari manusia pasti berbeda sehingga pendidik harusnya mempuyai jiwa seperti seorang pelayanan. Yang rela melayani anak didiknya satu persatu sesuai minat yang ia harapkan dan bakat yang ia punyai sesuai ruang lingkup mata pelajaran yang ia ampuh.