Tampilkan postingan dengan label Mindset. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mindset. Tampilkan semua postingan



Bagi sebagian besar orang, meniti karir sebagai pekerja profesional hingga ke puncak tangga prestasi merupakan sebuah impian yang layak dirawat dengan penuh kesetiaan. Sebab disana terbentang sebuah janji kemakmuran finansial yang layak dikejar. Sebab disana terbentang pula sebuah impian kehidupan yang mapan and a dream to build a happy family.

Namun tentu saja, pendakian menuju tangga karir yang makin menjulang bukan sebuah proses yang mudah. Sebagian orang mungkin bisa menembus jalan yang berliku itu, dan tiba pada destinasi karir yang diharapkan. Sebagian yang lain mungkin stuck on the middle of nowhere. Kita ndak tahu apakah Anda akan masuk kategori yang pertama, atau nyungsep pada golongan yang kedua.

Pertanyaan yang lebih fundamental mungkin adalah seperti ini : lalu kira-kira jalan karir semacam apa yang layak ditempuh, dan pada fase usia berapa saja career path itu harus dilalui?
Dari sejumlah studi mengenai career path (jalur karir) kita bisa membayangkan pergerakan karir seperti berikut ini.

Usia 22 – 25 tahun. Entry Level : staf, pelaksana, atau management trainee.
Ini adalah pintu gerbang pertama yang harus dilalui oleh semua orang yang mau merajut sebuah karir yang panjang. Dalam rentang usia itu, seseorang yang baru saja mendapat gelar Sarjana S-1 bisa masuk menjadi karyawan untuk posisi entry level; misal sebagai staf, officer atau masuk dalam program management trainee/management development program (sebuah program penyiapan kader pimpinan dan biasanya mempunyai pola career fast track – karirnya bisa cepat melaju).

Usia 26 – 29 tahun . First line leader : supervisor/asisten manajer.
Setalah dua atau tiga tahun menjadi staf, mestinya kita sudah bisa bergerak untuk menjadi asisten manajer (dalam usia 26 tahunan). Disini kita sudah mulai diuji kecakapan leadership-nya. Inilah sebuah fase dimana kita bisa mendapat bekal yang berharga untuk mendaki menuju karir yang lebih tinggi.

Usia 29 – 35 tahun. Middle Management : Manajer.
Dalam rentang usia ini, semestinya kita sudah harus menapak jalan karir sebagai manajer (entah menjadi Marketing/Brand manager, HR manager, Finance atau IT Manager). Kalau dalam rentang usia ini kita masih belum juga menjadi manajer, mungkin saatnya kita harus melakukan self exploration : dan kemudian merajut action plan apa yang harus segera dijalankan.

Usia 36 – 42 tahun. Senior Management : General Manager/VP/Senior Manager
Dalam rentang usia ini, kita telah bergerak menduduki posisi sebagai senior manajer (general manager atau vice president). Inilah fase usia menuju puncak kematangan; dan tentu saja limpahan fasilitas benefit dan gaji yang besar dari perusahaan.

Usia 42 tahun dan seterusnya. Top Management : Direktur/Managing Director/C-Level.
Dalam usia 40-an tahun, mestinya kita sudah bisa menjadi direktur. Beberapa bulan lalu, dua teman saya yang masing-masing masih berusia 39 tahun dipromosikan menjadi direktur pada dua perusahaan besar multinasional. Kalau kita baru menjadi direktur pada usia 47 atau 50 tahun, wah ya sudah terlalu tua ya.

Itulah peta atau jalur pergerakan karir yang mungkin harus kita lalui. Ada tiga catatan yang layak disampaikan berkaitan dengan jalur karir diatas. Yang pertama, jalan karir kita akan relatif lebih menjulang kalau kita bergabung pada perusahaan besar dengan skala region yang luas (kalau bisa skala global). Perusahaan semacam ini menjanjikan posisi karir yang lebih variatif, dan memudahkan kita melakukan mobilitas karir yang rancak.

Catatan kedua, peta karir diatas akan mudah terjadi pada perusahaan dengan kebijakan karir yang progresif, dan tidak melulu bersandar pada senioritas. Perusahaan yang meyakini bahwa setiap orang layak menjadi top talent tanpa memandang usia. Kalau ada anak muda yang kompetensinya sudah bagus, kenapa tidak kita langsung pilih dia menjadi managing director; meskipun usianya mungkin baru 38 tahun?

Catatan ketiga, peta karir diatas dengan mudah bisa dicapai jika kita bisa bergabung dengan perusahaan/anak perusahaan atau unit bisnis yang tengah tumbuh. Artinya kita terlibat sejak perusahaan ini kecil lalu tumbuh menjadi raksasa. Banyak kisah dimana profesional muda yang karirnya melesat lantaran ia turut membidani proses tumbuhnya perusahaan itu sejak kecil hingga menjadi besar. Karir Anda tumbuh sejalan dengan melesatnya bisnis perusahaan dimana Anda berkarir.

source

Hari-hari ini, langit diatas kota Tokyo terasa begitu kelabu. Ada kegetiran yang mencekam dibalik gedung-gedung raksasa yang menjulang disana. Industri elektronika mereka yang begitu digdaya 20 tahun silam, pelan-pelan memasuki lorong kegelapan yang terasa begitu perih.

Bulan lalu, Sony diikuti Panasonic dan Sharp mengumumkan angka kerugian trilyunan rupiah. Harga-harga saham mereka roboh berkeping-keping. Sanyo bahkan harus rela menjual dirinya lantaran sudah hampir kolaps. Sharp berencana menutup divisi AC dan TV Aquos-nya. Sony dan Panasonic akan mem-PHK ribuan karyawan mereka. Dan Toshiba? Sebentar lagi divisi notebook-nya mungkin akan bangkrut (setelah produk televisi mereka juga mati).


Adakah ini pertanda salam sayonara harus dikumandangkan? Mengapa kegagalan demi kegagalan terus menghujam industri elektronika raksasa Jepang itu? Di Senin pagi ini, kita akan coba menelisiknya.

Serbuan Samsung dan LG itu mungkin terasa begitu telak. Di mata orang Jepang, kedua produk Korea itu tampak seperti predator yang telah meremuk-redamkan mereka di mana-mana. Di sisi lain, produk-produk elektronika dari China dan produk domestik dengan harga yang amat murah juga terus menggerus pasar produk Jepang. Lalu, dalam kategori digital gadgets, Apple telah membuat Sony tampak seperti robot yang bodoh dan tolol.

What went wrong? Kenapa perusahaan-perusahaan top Jepang itu jadi seperti pecundang? Ada tiga faktor penyebab fundamental yang bisa kita petik sebagai pelajaran.

Faktor 1 : Harmony Culture Error. Dalam era digital seperti saat ini, kecepatan adalah kunci. Speed in decision making. Speed in product development. Speed in product launch. Dan persis di titik vital ini, perusahaan Jepang termehek-mehek lantaran budaya mereka yang mengangungkan harmoni dan konsensus.

Datanglah ke perusahaan Jepang, dan Anda pasti akan melihat kultur kerja yang sangat mementingkan konsensus. Top manajemen Jepang bisa rapat berminggu-minggu sekedar untuk menemukan konsensus mengenai produk apa yang akan diluncurkan. Dan begitu rapat mereka selesai, Samsung atau LG sudah keluar dengan produk baru, dan para senior manajer Jepang itu hanya bisa melongo.

Budaya yang mementingkan konsensus membuat perusahaan-perusahaan Jepang lamban mengambil keputusan (dan dalam era digital ini artinya tragedi).

Budaya yang menjaga harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radikal nyaris tidak pernah bisa mekar. Sebab mereka keburu mati : dijadikan tumbal demi menjaga “keindahan budaya harmoni”. Ouch.

Faktor 2 : Seniority Error. Dalam era digital, inovasi adalah oksigen. Inovasi adalah nafas yang terus mengalir. Sayangnya, budaya inovasi ini tidak kompatibel dengan budaya kerja yang mementingkan senioritas serta budaya sungkan pada atasan.

Sialnya, nyaris semua perusahaan-perusahaan Jepang memelihara budaya senioritas. Datanglah ke perusahaan Jepang, dan hampir pasti Anda tidak akan menemukan Senior Managers dalam usia 30-an tahun. Never. Istilah Rising Stars dan Young Creative Guy adalah keanehan.

Promosi di hampir semua perusahaan Jepang menggunakan metode urut kacang. Yang tua pasti didahulukan, no matter what. Dan ini dia : di perusahaan Jepang, loyalitas pasti akan sampai pensiun. Jadi terus bekerja di satu tempat sampai pensiun adalah kelaziman.

Lalu apa artinya semua itu bagi inovasi ? Kematian dini. Ya, dalam budaya senioritas dan loyalitas permanen, benih-benih inovasi akan mudah layu, dan kemudian semaput. Masuk ICU lalu mati.

Faktor 3 : Old Nation Error. Faktor terakhir ini mungkin ada kaitannya dengan faktor kedua. Dan juga dengan aspek demografi. Jepang adalah negeri yang menua. Maksudnya, lebih dari separo penduduk Jepang berusia diatas 50 tahun.

Implikasinya : mayoritas Senior Manager di beragam perusahaan Jepang masuk dalam kategori itu. Kategori karyawan yang sudah menua.

Disini hukum alam berlaku. Karyawan yang sudah menua, dan bertahun-tahun bekerja pada lingkungan yang sama, biasanya kurang peka dengan perubahan yang berlangsung cepat. Ada comfort zone yang bersemayam dalam raga manajer-manajer senior dan tua itu.

Dan sekali lagi, apa artinya itu bagi nafas inovasi? Sama : nafas inovasi akan selalu berjalan dengan tersengal-sengal.



Demikianlah, tiga faktor fundamental yang menjadi penyebab utama mengapa raksasa-raksasa elektronika Jepang limbung. Tanpa ada perubahan radikal pada tiga elemen diatas, masa depan Japan Co mungkin akan selalu berada dalam bayang-bayang kematian.

Source

Isyarat-isyarat itu bisa saja berupa : Kedua tangan yang terbuka, pukulan-pukulan kecil di meja ataupun dengan memegang kepala. Sebagian isyarat itu bisa berarti semuanya baik-baik saja dan sebagian lagi bisa bermakna anda dalam keadaan tertekan ataupun bosan.

berikut ini bahasa tubuh yang terjadi :

1 .Meletakkan tangan pada mulut
Meletakkan tangan/jari jemari didepan mulut ketika anda berbicara menjadikan otak secara tidak sadar menyembunyikan sesuatu.
Sudah terbukti bahwa orang-orang yang melakukan kejahatan melakukan gerakan ini di persidangan. Dan itu menunjukkan kalau mereka berbohong.Adapun orang yang melakukan gerakan ini ketika mendengarkan orang lain berbicara padanya, hal ini menunjukkan bahwa ia tidak percaya akan apa yang diucapkan oleh lawan bicaranya

2. Mengetukkan jari / tangan di atas meja
Pernahkah anda ngobrol dengan pacar anda di sebuah restoran, dan dia mengetukkan jarinya diatas meja? Hmmm mungkin itu adalah isyarat untuk bagi anda untuk menghentikan pembicaraan dan mengajaknya pulang. Kenapa? Karena isyarat ini berarti kalau pasangan anda sedang bosan dan ga mau melanjutkan pembicaraan lagi


3.Menggigit kuku
 Menggigit kuku menandakan adanya kegugupan dan hilangnya rasa aman

4.Menyandarkan kepala pada tangan
 Gerakan ini mengirimkan pesan yang sangat jelas bahwa mengatakan “Gw bosan dengan ucapan lo”

5.Meletakkan bagian samping dahi pada genggaman
Apabila seseorang meletakkan siku kanannya diatas meja dan menyandarkan bagian samping dahinya dalam genggaman tangannya, hal ini menujukkan bahwa dia sedang berfikir dan memperkirakan situasi. Namun hal ini tidak lepas dari sifat mengejek.

6.Memegang atau menggaruk hidung
 Ketika orang berbohong, aliran darah akan bergerak kearah wajah disebabkan oleh perasaaan gelisah.
Hal ini menyebabkan terjadinya gumpalan pada jaringan hidung bagian dalam sehingga orang yang menipu cenderung memegang atau menggaruk hidung.
info : Bill Clinton menggaruk hidungnya 26 kali saat menjadi saksi pada kasus monica Lewinsky

7.Menggaruk bagian belakang telinga
Pernahkah anda tertangkap tangan sedang merokok sama Ayah anda  dan refleks anda menggaruk bagian belakang telingaanda kuat-kuat (baik kiri ataupun kanan). Hal ini nunjukin kalo anda sedang mencari cara untuk mengelak.


8.Menggosokkan kedua telapak tangan
Bahasa tubuh ini menunjukkan bahwa lawan bicara anda sedang mengharapkan sesuatu yang positif dari anda. Mungkin teman anda mengharapkan oleh-oleh atau minta ditraktir


 9.Tangan di Belakang Kepala
Pernah ketemu sama boss anda yang sedang menautkan jari-jemari dibelakang kepalanya? mungkin ini terlihat seperti bahwa boss anda sedang merasa santai. Tapi kadang hal itu lebih berarti penghinaan dibandingkan menunjukkan keadaan rileks


10.Memegang pergelangan tangan
Jika ada orang yang bicara dengan anda dan memegang pergelangan tangan kanan dengan tangan kirinya ataupun sebaliknya, ini berarti kalau lawan bicara agan sedang merasa tidak aman/takut terhadap anda

11.Menyilangkan tangan atau kaki
Posisi ini menunjukkan bahwa lawan bicara anda sedang bertahan dari opini/pendapat anda. Dia tidak setuju dengan pendapat anda. Dan yakinlah setelah anda selesai berbicara, ia akan mulai membantah pendapat anda.

Sumber:
http://www.kaskus.co.id/thread/50f4dd97197608323700000e/hati-hati-klo-lawan-bicara-agan-memperlihatkan-gerakan-gerakan-ini/ 
Filsafat pikiran adalah cabang filsafat analitis modern yang mempelajari kodrat pikiran, peristiwa pikiran, fungsi pikiran, properti pikiran, kesadaran, dan hubungannya dengan tubuh fisik, terutama otak. Masalah pikiran-tubuh, yaitu hubungan pikiran dengan tubuh, biasanya dipandang sebagai masalah utama dalam filsafat pikiran, meskipun masih ada masalah-masalah lain mengenai kodrat pikiran yang tidak meliputi hubungannya dengan tubuh fisik.[2



Dualisme dan monisme adalah dua mazhab utama yang mencoba menyelesaikan masalah pikiran-tubuh. Dualisme dapat ditilik kembali ke masa Plato,[3] Aristoteles[4][5][6] dan mazhab Sankhya dan Yoga pada filsafat Hindu,[7] namun gagasan tersebut persisnya dirumuskan oleh René Descartes pada abad ke-17.[8]dualisme properti meyakini bahwa pikiran adalah kelompok properti independen yang muncul dari dan tidak bisa disusutkan ke otak, namun pikiran bukan merupakan substansi yang berbeda.[9] Pendukung dualisme substansi menyatakan bahwa pikiran adalah substansi yang berdiri sendiri, sementara penganut

Monisme adalah pandangan bahwa pikiran dan tubuh bukanlah merupakan entitas yang terpisah secara ontologis. Pandangan ini pertama kali dianjurkan dalam filsafat Barat oleh Parmenides pada abad ke-5 SM dan selanjutnya dianut oleh tokoh rasionalis Baruch Spinoza pada abad ke-17.[10] Fisikalisme menyatakan bahwa hanya entitas yang didalilkan oleh teori fisik yang ada, dan entitas pikiran akhirnya akan dijelaskan seiring dengan berkembangnya teori fisik. Idealis meyakini bahwa pikiran adalah semua yang ada dan dunia luar merupakan pikiran intu sendiri, atau ilusi yang diciptakan oleh pikiran. Pendukung monisme netralbehaviourisme, teori identitas jenis, monisme ganjil dan fungsionalisme.[11] bersandar pada pandangan bahwa ada substansi lain yang netral, dan baik materi maupun pikiran merupakan properti substansi yang tak dikenal ini. Monisme paling umum pada abad ke-20 dan ke-21 merupakan variasi fisikalisme; posisi-posisi tersebut meliputi

Sebagian besar filsuf pikiran modern menerapkan pandangan fisikalis reduktif atau non-reduktif, bahwa pikiran bukanlah sesuatu yang terpisah dari tubuh.[11] Pendekatan tersebut telah memengaruhi ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang sosiobiologi, ilmu komputer, psikologi evolusioner, dan neurosains.[12][13][14][15] Filsuf-filsuf lain meyakini pandangan non-fisikalis yang mempertanyakan gagasan bahwa pikiran murni merupakan konsepsi fisik. Fisikalis reduktif menegaskan bahwa semua keadaan dan properti pikiran pada akhirnya akan dijelaskan oleh ilmu pengetahuan.[16][17][18] Fisikalis non-reduktif bersikukuh bahwa meskipun otak ada untuk pikiran, predikat dan khazanah yang digunakan dalam penjelasan-penjelasan pikiran sangat diperlukan, dan tidak dapat disusutkan ke bahasa dan penjelasan ilmu fisik dalam tingkatan yang lebih rendah.[19][20] Perkembangan ilmu neurosains telah membantu memastikan masalah-masalah tersebut, namun masalah itu masih jauh dari selesai, dan filsuf-filsuf modern terus bertanya bagaimana kualitas subjektif dan intensionalitas keadaan dan properti pikiran dapat dijelaskan secara naturalistik.[21][22]

Dikutip dari Wikipedia
Dalam kehidupan pasti kita sering mendapatkan permasalahan. Permasalahan yang timbul bisa permasalahan yang berat atau yang ringan. Entah dalam pekerjaan, bisnis, percintaan, keluarga, agama, masalah individu atau masalah lainnya.

Pernahkah suatu waktu kita bertanya dalam hati, "Katanya Tuhan sayang sama hambanya, lalu kenapa selalu saja hidup ini berlangsung dari permasalahan satu ke permasalahan lainnya?"

Permasalaan yang kita hadapi bisa membuat kita jatuh atau bertumbuh, tergantung dari bagaimana cara kita menanggapinya. Sangat disayangkan banyak orang gagal untuk melihat bagaimana Tuhan menggunakan masalah untuk kebaikan mereka.

Mereka lebih memilih untuk bertindak bodoh dan membenci masalah-masalah mereka daripada menghadapi dan merenungkan kebaikan apa yang bisa mereka dapat dari masalah-masalah tersebut.



Jika kita selalu berpikir positif pada Tuhan, mungkin 5 hal ini bisa menjawab kegundahan kita :

1. Tuhan menggunakan masalah untuk "Mengarahkan" kita



Kadang-kadang Tuhan harus menyalakan api di bawah kita untuk membuat kita tetap bergerak. Sering kali masalah yang kita hadapi akan mengarahkan kita ke arah yang baru dan memberikan kita motivasi untuk berubah. Ada kalanya masalah menjadi cara yang Tuhan pakai untuk menarik perhatian kita.


2. Tuhan menggunakan masalah untuk "Menguji" kita


Manusia bagaikan teh celup! Jika Anda ingin tahu apa yang ada di dalamnya, celupkan saja ke dalam air panas! Tuhan kadang ingin menguji kesetiaan kita melalui masalah-masalah yang kita hadapi.


3. Tuhan menggunakan masalah untuk "Mengoreksi" kita


Ada pelajaran-pelajaran yang hanya dapat kita pelajari melalui penderitaan dan kegagalan. Mungkin waktu kita masih kecil orang tua kita mengajar kita untuk tidak boleh menyentuh kompor yang panas.

Tetapi mungkin kita baru benar-benar belajar justru setelah tangan kita terbakar. Kadang-kadang kita baru bisa menghargai sesuatu, kesehatan, teman, hubungan, saat kita sudah kehilangan.


4. Tuhan menggunakan masalah untuk "Melindungi" kita


Suatu masalah bisa menjadi berkat jika masalah tersebut menghindarkan kita dari bahaya. Ada seorang sahabat yang diberhentikan dari pekerjaannya karena ia menolak untuk melakukan sesuatu yang tidak etis bagi bosnya.

Ia menjadi mengganggur, tetapi justru dari masalah itulah ia terhindar dari ditangkap dan dimasukan ke dalam penjara, karena setahun kemudian tindakan bos itu terbongkar.


5. Tuhan menggunakan masalah untuk "Menyempurnakan" kita


Jika kita menanggapi masalah dengan cara dan pandangan yang benar, masalah tersebut bisa membentuk kita. Tuhan lebih memperhatikan karakter kita daripada kenyamanan kita.

Hanya hubungan kita dengan Tuhan yang akan kita bawa sampai kekal. Kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan.


Apa yang ada di tangan kita? Dalam beberapa hal, hidup kita berada di tangan kita. Kita dapat memilih untuk menghamburkan setiap jam, hari, minggu, bulan, dan tahun demi kepentingan kita sendiri.

Kita akan heran saat menyaksikan betapa banyaknya hal yang Tuhan sempurnakan dalam diri kita dan melalui kita.

Jadi sabar dan jalanilah setiap permasalahan yang kita hadapi. Dan permasalahan yang timbul adalah suatu rahmat untuk kita dan menjadi sebuah tantangan untuk hidup yang lebih baik.


Sumber :
tahukah-anda.info


Menurut Andreas Harefa, seberapa pentingnya melupakan prestasi dan pujian yang belum lama kita peroleh ini sendiri jika mengacu pada ajaran Dahlan Iskan, maka akan ditemukan setidaknya empat alasan kuat mengapa melupakan pujian dan prestasi masa lalu adalah langkah terbijak dalam melanjutkan langkah terbaik. 

Pertama, karena prestasi dan perasaan berjasa besar sesungguhnya adalah hal yang sangat dekat dengan keriaan yang mampu membuat orang lupa diri secara seketika hingga ia pun terperosok dalam lembah kejumawaan.Akibatnya jelas!! Ia pun bukan menjadi sosok panutan, melainkan justru lahir sebagai sosok arogan yang selalu merasa diri hebat hingga kemudian ia pun tak segan untuk memandang rendah orang lain serta memuja diri sendiri. 

Maka dalam membangun korporasi yang dipimpinnya kala itu (PLN, red) Dahlan Iskan pun mengajak karyawan PLN yang dipimpinnya untuk menjadi sosok-sosok abdi negeri yang harus dijauhkan dari sikap sombong dan merendahkan pihak lain.

Kedua, mengenang sebuah pujian bisa jadi merupakan awal langkah kita menuju kebinasaan. Sebagaimana yang di ungkap Dahlan Iskan, acapkali memang pujian yang kita terima sesungguhnya bukanlah sebuah dorongan untuk maju melainkan bisa jadi racun mematikan, yang tak jarang membuat orang terlena dan lupa diri, lupa tugas, lupa tujuan sesungguhnya, dan menjadi lengah. 

Dalam sejarah Indonesia pun tercatat jelas betapa, puja-puji Harmoko dan kawan-kawannya dulu pernah membius Presiden Soeharto untuk terus mencalonkan diri jadi presiden, padahal rakyat sudah tak menghendakinya. Lalu dalam hitungan bulan, Harmoko berbalik mengatakan bahwa rakyat menghendaki Pak Harto turun. Sebuah drama politik yang memberikan banyak pelajaran. Karyawan PLN harus diingatkan akan bahaya maut macam itu.

Ketiga, karena TUHAN MAHA INGAT! Inilah tujuan yang sesungguhnya bagi semua perbuatan baik. Inilah hasrat terbesar bagi mereka yang menjadikan kerjanya sebagai ibadah. Tujuannya adalah untuk mendapatkan ridho ilahi, diperkenan oleh Tuhan Sang Pencipta. Tidak penting diingat manusia, tetapi amat penting diingat Tuhan. Itulah yang sejak awal kerap ditanamkan Dahlan Iskan kepada pegawai-pegawainya (termasuk di Kementrian BUMN maupun PLN dulu).

Keempat, karena tugas dan tantangan berat berikutnya sudah di depan mata. Penting mensyukuri rahmat dan nikmat yang ada. Menerima pengakuan dan pujian dari berbagai pihak. Namun segera ingat bahwa masih banyak yang perlu dikerjakan, masih panjang jalan yang harus ditempuh. Jangan berlama-lama berpesta syukur. Secukupnya. Sewajarnya. Sepantasnya. Lalu bersiaplah untuk mengalahkan tantangan berikutnya. Dalam kasus PLN, sejuta tantangan besar memang masih menghadang di jalan.

TERNYATA BELAJAR MELUPAKAN ITU MEMANG... SULIT!!

Berkaca dari apa yang di lakukan Dahlan Iskan pada karyawan-karyawannya (mulai dari Jawa Post, PLN hingga Kementrian BUMN), ternyata belajar "melupakan" prestasi dan pujian itu secara teknis memang bukanlah perkara yang mudah dilakukan. Kenapa? Karena para ahli neurosains sendiri sudah menjelaskan bahwa otak manusia (yang sehat, tentu) tidak bisa melupakan fakta masa lalu!! 

Sekarang kita ambil contoh sederhana:

"Bisakah Anda melupakan hari perkawinan yang membahagiakan Anda?" 
"Bisakah Anda melupakan hari ketika Presiden Republik Indonesia mengundang Anda minum teh bersamanya di Istana Negara?" 
"Bisakah Anda melupakan momen ketika Anda diminta naik ke panggung yang megah, menerima penghargaan sebagai Marketer of The Year, disaksikan khalayak ramai, dipotret dan direkam awak media cetak dan elektronik?"

Bukankah yang suka dengan tiba-tiba terserang "sakit lupa" itu adalah pesakitan, penjahat-maling-rampok-penjarah terpelajar, yang sedang digiring Komisi Pemberantasan Korupsi ke meja hijau? Bukankah mengingat-ingat prestasi dan keberhasilan masa silam akan memompa kepercayaan diri yang lebih besar? Dan bukankah yang seharusnya dilupakan itu adalah kepedihan dan duka lara masa lalu, trauma-trauma kehidupan, agar tak menjadi benalu di pikiran?

Dalam artikelnya, Pendiri situs pembelajar.com, Andreas Harefa sendiri menuturkan bahwa seorang kawannya pernah mengingatkan dirinya bahwa sebagai sosok manusia normal, kita seringkali memang tidak bisa melupakan fakta masa lalu. Akan tetapi, kita masih dibekali kemampuan oleh Tuhan untuk bisa mengubah makna dari kejadian masa lalu itu. Dan agaknya itulah yang dianjurkan Dahlan Iskan, sang komandan Jawa Pos Group. 

Melupakan itu artinya "menetapkan hati untuk tidak lagi dipengaruhi oleh apa yang sudah lewat " pada satu sisi, dan pada saat yang bersamaan "mengarahkan diri kepada apa yang di depan, kepada tujuan yang lebih besar yang belum tercapai".

Jadi, anjuran untuk melupakan prestasi dan pujian masa lalu itu tiada lain adalah sebuah nasehat sederhana terkait dengan ilmu memaknai sebuah peristiwa. "Jangan biarkan prestasi menyuburkan bibit-bibit kesombongan. Jangan izinkan pujian memberikan pengaruh yang membuai, yang meninabobokan dan menganiaya kewaspadaan. Bersyukur dan berterima kasihlah atas segala nikmat kehidupan kemarin. Lalu lanjutkan langkahmu. Hidup belum berakhir dan sukses itu pendek umurnya. Arahkan hati dan pikiran untuk menyongsong tugas baru, menghadapi tantangan baru, menapaki hari baru."

Yeah..Belajar melupakan, itu salah satu cara Dahlan Iskan menjadi orang besar!
Warren Buffet, adalah investor saham, orang terkaya di dunia th 90'an ,nomer 3 terkaya di dunia sekarang ini. Berapa assetnya? Cukup untuk beli gedung Shanghai Financial World Center, General Motors Company, 100 Boeing 777, 750 pulau di Karibia Amerika selatan. Warren Buffet pernah menyumbangkan 1/3 hartanya untuk amal, mungkin .........kalo gak di sumbangin, rankingnya masih nomer 1, diatas Carlos Slim :D Sekarang beliau masih tinggal di rumah yg sama dgn 50 thn lalu, gak ada pagar, gak ada satpam, mobilnya juga "butut".
Orang terkaya no. 1 di dunia di tahun 2010 dan sekarang orang terkaya no. 3 di dunia yaitu Warren Buffett memberi nasehat :
"Jauhkan dirimu dari pinjaman bank atau kartu kredit dan berinvestasilah dengan apa yang kau miliki,serta ingat :

1. Uang tidak menciptakan manusia, manusialah yang menciptakan uang.
2. Hiduplah sederhana sebagaimana dirimu sendiri
3. Jangan melakukan apapun yang dikatakan orang, dengarkan mereka, tetapi lakukan apa yang baik saja.
4. Jangan memakai merk, pakailah yang benar dan nyaman untukmu.
5. Jangan habiskan uang untuk hal-hal yang tidak benar-benar penting.
6. Dengan uang :
Anda bisa saja membeli rumah, tetapi tidak bisa membeli tempat tinggal.
Anda bisa saja membeli jam, tetapi tidak bisa membeli waktu.
Anda bisa saja membeli tempat tidur, tetapi tidak bisa tidur.
Anda bisa saja membeli buku, tetapi tidak bisa mendapatkan pengetahuan.
Anda bisa saja mendapatkan kedudukan, tetapi tidak bisa mendapatkan kehormatan.
Anda bisa saja membeli darah, tetapi tidak bisa hidup.
Maka temukan kebahagiaan didalam diri Anda.
7. Jika itu telah berhasil dalam hidupmu, berbagilah dan ajarkanlah pada orang lain.

"Orang yang Berbahagia Bukanlah Orang yang Hebat dalam Segala Hal, Tetapi Orang yang Bisa Menemukan Hal Sederhana dalam Hidupnya dan Selalu Mengucap Syukur."
Tidak sengaja membaca status teman saya di beranda facebook...terlintas di pikiran bahwa seharusnya manusia memiliki kesempatan yang sama dan Allah menegaskan dengan Takdirnya bahwasanya manusia adalah makhluk sosial dan semua manusia sama dihadapan-Nya namun dalam kenyataannya ketimpangan, penjajahan, pembodohan, ketidakpedulian membuat manusia ini terlihat seperti tumpukan sampah di alam raya ini...  semoga dengan membaca ini saya dapat belajar akan kemanusiaan dan empati sosial.





Kisah Kakek Penjual Amplop di ITB. Kisah nyata ini ditulis oleh seorang dosen ITB bernama Rinaldi Munir mengenai seorang kakek yang tidak gentar berjuang untuk hidup dengan mencari nafkah dari hasil berjualan amplop di Masjid Salman ITB. Jaman sekarang amplop bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan, tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya dan pulang dengan tangan hampa. Mari kita simak kisah Kakek Penjual Amplop di ITB.

Kakek Penjual Amplop di ITB
Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang Kakek tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun Kakek itu tetap menjual amplop. Mungkin Kakek itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran Kakek tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat Kakek tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu Kakek itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri Kakek tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi Kakek tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.

Kakek itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Kakek itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Kakek cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si Kakek tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, Kakek tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat Kakek tua itu untuk membeli makan siang. Si Kakek tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di fesbuk yang bunyinya begini: “Kakek-Kakek tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”.

Si Kakek tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.

Dalam pandangan saya Kakek tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si Kakek tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.

Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si Kakek tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si Kakek tua.

Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si Kakek tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.

Mari kita bersyukur telah diberikan kemampuan dan nikmat yang lebih daripada kakek ini. Tentu saja syukur ini akan jadi sekedar basa-basi bila tanpa tindakan nyata. Mari kita bersedekah lebih banyak kepada orang-orang yang diberikan kemampuan ekonomi lemah. Allah akan membalas setiap sedekah kita, amin

source