Menurut Andreas Harefa, seberapa pentingnya melupakan prestasi dan pujian yang belum lama kita peroleh ini sendiri jika mengacu pada ajaran Dahlan Iskan, maka akan ditemukan setidaknya empat alasan kuat mengapa melupakan pujian dan prestasi masa lalu adalah langkah terbijak dalam melanjutkan langkah terbaik.
Pertama, karena prestasi dan perasaan berjasa besar sesungguhnya adalah hal yang sangat dekat dengan keriaan yang mampu membuat orang lupa diri secara seketika hingga ia pun terperosok dalam lembah kejumawaan.Akibatnya jelas!! Ia pun bukan menjadi sosok panutan, melainkan justru lahir sebagai sosok arogan yang selalu merasa diri hebat hingga kemudian ia pun tak segan untuk memandang rendah orang lain serta memuja diri sendiri.
Maka dalam membangun korporasi yang dipimpinnya kala itu (PLN, red) Dahlan Iskan pun mengajak karyawan PLN yang dipimpinnya untuk menjadi sosok-sosok abdi negeri yang harus dijauhkan dari sikap sombong dan merendahkan pihak lain.
Kedua, mengenang sebuah pujian bisa jadi merupakan awal langkah kita menuju kebinasaan. Sebagaimana yang di ungkap Dahlan Iskan, acapkali memang pujian yang kita terima sesungguhnya bukanlah sebuah dorongan untuk maju melainkan bisa jadi racun mematikan, yang tak jarang membuat orang terlena dan lupa diri, lupa tugas, lupa tujuan sesungguhnya, dan menjadi lengah.
Dalam sejarah Indonesia pun tercatat jelas betapa, puja-puji Harmoko dan kawan-kawannya dulu pernah membius Presiden Soeharto untuk terus mencalonkan diri jadi presiden, padahal rakyat sudah tak menghendakinya. Lalu dalam hitungan bulan, Harmoko berbalik mengatakan bahwa rakyat menghendaki Pak Harto turun. Sebuah drama politik yang memberikan banyak pelajaran. Karyawan PLN harus diingatkan akan bahaya maut macam itu.
Ketiga, karena TUHAN MAHA INGAT! Inilah tujuan yang sesungguhnya bagi semua perbuatan baik. Inilah hasrat terbesar bagi mereka yang menjadikan kerjanya sebagai ibadah. Tujuannya adalah untuk mendapatkan ridho ilahi, diperkenan oleh Tuhan Sang Pencipta. Tidak penting diingat manusia, tetapi amat penting diingat Tuhan. Itulah yang sejak awal kerap ditanamkan Dahlan Iskan kepada pegawai-pegawainya (termasuk di Kementrian BUMN maupun PLN dulu).
Keempat, karena tugas dan tantangan berat berikutnya sudah di depan mata. Penting mensyukuri rahmat dan nikmat yang ada. Menerima pengakuan dan pujian dari berbagai pihak. Namun segera ingat bahwa masih banyak yang perlu dikerjakan, masih panjang jalan yang harus ditempuh. Jangan berlama-lama berpesta syukur. Secukupnya. Sewajarnya. Sepantasnya. Lalu bersiaplah untuk mengalahkan tantangan berikutnya. Dalam kasus PLN, sejuta tantangan besar memang masih menghadang di jalan.
TERNYATA BELAJAR MELUPAKAN ITU MEMANG... SULIT!!
Berkaca dari apa yang di lakukan Dahlan Iskan pada karyawan-karyawannya (mulai dari Jawa Post, PLN hingga Kementrian BUMN), ternyata belajar "melupakan" prestasi dan pujian itu secara teknis memang bukanlah perkara yang mudah dilakukan. Kenapa? Karena para ahli neurosains sendiri sudah menjelaskan bahwa otak manusia (yang sehat, tentu) tidak bisa melupakan fakta masa lalu!!
Sekarang kita ambil contoh sederhana:
"Bisakah Anda melupakan hari perkawinan yang membahagiakan Anda?"
"Bisakah Anda melupakan hari ketika Presiden Republik Indonesia mengundang Anda minum teh bersamanya di Istana Negara?"
"Bisakah Anda melupakan momen ketika Anda diminta naik ke panggung yang megah, menerima penghargaan sebagai Marketer of The Year, disaksikan khalayak ramai, dipotret dan direkam awak media cetak dan elektronik?"
Bukankah yang suka dengan tiba-tiba terserang "sakit lupa" itu adalah pesakitan, penjahat-maling-rampok-penjara
Dalam artikelnya, Pendiri situs pembelajar.com, Andreas Harefa sendiri menuturkan bahwa seorang kawannya pernah mengingatkan dirinya bahwa sebagai sosok manusia normal, kita seringkali memang tidak bisa melupakan fakta masa lalu. Akan tetapi, kita masih dibekali kemampuan oleh Tuhan untuk bisa mengubah makna dari kejadian masa lalu itu. Dan agaknya itulah yang dianjurkan Dahlan Iskan, sang komandan Jawa Pos Group.
Melupakan itu artinya "menetapkan hati untuk tidak lagi dipengaruhi oleh apa yang sudah lewat " pada satu sisi, dan pada saat yang bersamaan "mengarahkan diri kepada apa yang di depan, kepada tujuan yang lebih besar yang belum tercapai".
Jadi, anjuran untuk melupakan prestasi dan pujian masa lalu itu tiada lain adalah sebuah nasehat sederhana terkait dengan ilmu memaknai sebuah peristiwa. "Jangan biarkan prestasi menyuburkan bibit-bibit kesombongan. Jangan izinkan pujian memberikan pengaruh yang membuai, yang meninabobokan dan menganiaya kewaspadaan. Bersyukur dan berterima kasihlah atas segala nikmat kehidupan kemarin. Lalu lanjutkan langkahmu. Hidup belum berakhir dan sukses itu pendek umurnya. Arahkan hati dan pikiran untuk menyongsong tugas baru, menghadapi tantangan baru, menapaki hari baru."
Yeah..Belajar melupakan, itu salah satu cara Dahlan Iskan menjadi orang besar!