Dari Avtech:

AVTECH EagleEyes-lite adalah aplikasi gratis untuk semua pelanggan terhormat dari AVTECH hanya untuk Corporation, EagleEyes-lite sangat mudah dan nyaman untuk digunakan, fitur yang kuat dengan desain antarmuka yang ramah pengguna. Fungsi deskripsi:
1. Real-time streaming video langsung monitor remote IP-Camera dan DVR Device (AVTECH produk saja).
2. Dukungan DVR tunggal, Multi-channel monitor swithing.
3. Dukungan protokol TCP-IP.
4. Auto Re-login setelah melepas fungsi.
5. Dukungan video tipe seperti: MPEG4, H.264 untuk DVR / IPCAM.
6. Dukungan PTZ Control (Normal / Pelco-D / Pelco-P).
7. Tampilan Video rugi / Cover saluran.
8. Dukungan Push Pemberitahuan.


Panel sentuh fungsi deskripsi:

1. Satu sentuhan untuk beralih saluran.
2. Satu sentuhan untuk mengontrol PTZ HotPoint.
3. Double klik untuk Max Zoom In / Out.
4. Dua jari mencubit untuk PTZ Zoom In / Out.

Catatan: versi ini hanya mendukung 1 account addressbook.

Tentang AVTECH Corporation: Untuk menyediakan produk yang paling kompetitif adalah prestasi terbaik AVTECH Corporation dicapai tahun ini, juga memungkinkan AVTECH Corporation untuk menjadi pemenang di pasar.

AVTECH Corporation akan terus untuk menggabungkan pengalaman distribusi komponen semikonduktor dan keuntungan pemasok terkemuka surveilans keamanan. Dengan keunggulan ini,

AVTECH Corporation bersikeras mengembangkan teknologi dan terus mempromosikan digitalisasi nya, integrasi, dan produk jaringan. AVTECH pelanggan di seluruh dunia akan memberikan harga terbaik, fungsi yang terbaik, dan pelayanan terbaik.

Apa yang baru dalam versi ini:
1. Memperbaiki beberapa bug;
2. Mempercepat koneksi kecepatan;
3. Meningkatkan kehalusan layar;
4. Meningkatkan kinerja decode;
5. Memperbaiki masalah koneksi untuk AVC760;
6. Dukungan deteksi untuk status koneksi iPhone;
7. Memodifikasi Daftar Acara operasi.

Pendahuluan

Di antara fenomena yang disadari oleh sebagian pengkaji teori-teori politik secara umum, adalah: adanya hubungan yang erat antara timbulnya pemikiran-pemikiran politik dengan perkembangan kejadian-kejadian historis (1). Jika fenomena itu benar bagi suatu jenis atau madzhab pemikiran tertentu, dalam bidang pemikiran apapun, hal itu bagi pertumbuhan dan perkembangan teori-teori politik Islam amatlah jelas benarnya. Teori-teori ini ---terutama pada fase-fase pertumbuhan pertamanya-- berkaitan amat erat dengan kejadian-kejadian sejarah Islam. Hingga hal itu harus dilihat seakan-akan keduanya adalah seperti dua sisi dari satu mata uang. Atau dua bagian yang saling melengkapi satu sama lain. Sifat hubungan di antara keduanya berubah-ubah: terkadang pemikiran-pemikiran itu tampak menjadi penggerak terjadinya berbagai kejadian, dan terkadang pula kejadian-kejadian itu menjadi pendorong atau rahim yang melahirkan pendapat-pendapat itu. Kadang-kadang suatu teori hanyalah sebuah bias dari kejadian yang berlangsung pada masa lalu. Atau suatu kesimpulan yang dihasilkan melalui perenungan atas suatu pendapat yang telah diakui pada masa sebelumnya. Atau bisa pula hubungan itu berbentuk lain.

Karena adanya hubungan antara dua segi ini, segi teoretis dan realistis, maka jelaslah masing-masing dari kedua hal itu tidak dapat dipahami tanpa keberadaan yang lain. Metode terbaik untuk mempelajari teori-teori ini adalah dengan mengkajinya sambil diiringi dengan realitas-realitas sejarah yang berkaitan dengannya. Secara berurutan sesuai dengan fase-fase perkembangan historisnya ---yang sekaligus merupakan runtutan alami dan logisnya. Sehingga dapat dipahami hakikat hubungan yang mengkaitkan antara dua segi, dapat memperjelas pendapat-pendapat, dan dapat menunjukkan bumi yang menjadi tempat tumbuhnya masing-masing pemikiran hingga berbuah, dan mencapai kematangannya. Inilah metode yang akan kami gunakan.

Era Kenabian

Era ini merupakan era pertama dalam sejarah Islam. Yaitu dimulai semenjak Rasulullah Saw memulai berdakwah mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT hingga meninggalnya beliau. Era ini paling baik jika kita namakan sebagai era "kenabian" atau "wahyu". Karena era itu memiliki sifat tertentu yang membedakannya dari era-era yang lain. Ia merupakan era ideal yang padanya ideal-ideal Islam terwujudkan dengan amat sempurna.

Era ini terbagi menjadi dua masa, yang keduanya dipisahkan oleh hijrah. Kedua fase itu tidak memiliki perbedaan dan kelainan satu sama lain, seperti yang diklaim oleh beberapa orientalis (2). Bahkan fase yang pertama merupakan fase yang menjadi titik tolak bagi fase kedua. Pada fase pertama, embrio 'masyarakat Islam' mulai tumbuh, dan telah ditetapkan kaidah-kaidah pokok Islam secara general. Kemudian pada fase kedua bangun 'masyarakat Islam' itu berhasil dibentuk, dan kaidah-kaidah yang sebelumnya bersifat general selesai dijabarkan secara mendetail. Syari'at Islam disempurnakan dengan mendeklarasikan prinsip-prinsip baru, dan dimulailah pengaplikasian dan pelaksanaan prinsip-prinsip itu seluruhnya. Sehingga tampillah Islam dalam bentuk sosialnya secara integral dan aktif, yang semuanya menuju kepada tujuan-tujuan yang satu.

Sejarah, dalam pandangan politik, lebih terpusat pada fase kedua dibandingkan dengan fase pertama. Karena saat itu jama'ah Islam telah menemukan kediriannya, dan telah hidup dalam era kebebasan dan independensi. Ia juga telah meraih 'kedaulatan'nya, secara penuh. Sehingga prinsip-prinsip Islam sudah dapat diletakkan dalam langkah-langkah praksis. Namun, dalam pandangan sejarah, ciri terbesar yang menandai kedua fase itu adalah sifatnya sebagai fase 'pembentukan', dan fase pembangunan dan permulaan. Fase ini memiliki urgensitas yang besar dalam menentukan arah kejadian-kejadian historis selanjutnya, dan sebagai peletak rambu-rambu yang diikuti oleh generasi-generasi berikutnya sepanjang sejarah. Sedangkan dari segi pemikiran teoritis, pengaruhnya terbatas pada kenyataannya sebagai ruh umum yang terus memberikan ilham terhadap pemikiran ini, memberikan contoh atau teladan ideal yang menjadi rujukan pemikiran-pemikiran itu, meskipun pemikiran-pemikiran itu berbeda satu sama lain, dan memberikan titik pertemuan bagi pendapat-pendapat dan madzhab-madzhab yang berbeda. Sedangkan selain itu, ia tidak memiliki hubungan dengan tumbuhnya pendapat-pendapat parsial yang memiliki kekhasan masing-masing. Terutama jika objek kajiannya adalah analisis terhadap sistem umum yang menjadi platform kenegaraan ummat, atau tentang hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, atau analisis terhadap salah satu sifatnya. Atau dengan kata lain, analisis terhadap masalah-masalah yang dinamakan sebagai 'politik'. Karena pendapat-pendapat personal itu tidak tumbuh dalam satu atmospir. Namun pendapat-pendapat itu tampil seiring dengan terjadinya perbedaan pendapat dan kecenderungan-kecenderungan. Yang mendorong timbulnya pendapat-pendapat itu juga adalah adanya perasaan kurang sempurna yang ada di tengah masyarakat, dan keinginan untuk mengoreksi sistem atau perilaku-perilaku yang sedang berlangsung. Sedangkan jika suatu sistem telah sempurna, yang mencerminkan prinsip-prinsip agung yang diamini oleh seluruh anggota jama'ah (ummat), dan adanya persatuan yang terwujud di antara individu-individu, kemudian mereka menyibukkan diri mereka untuk berbicara dan berdebat tentang agenda-agenda kerja yang besar, niscaya tidak diperlukan sama sekali tumbuhnya pendapat-pendapat individu atau tampil 'teori-teori'.

Demikianlah, era Rasulullah Saw mencerminkan era persatuan, usaha dan pendirian bangunan umat. Serta menampilkan ruh yang mewarnai kehidupan politik, dan mewujudkan replika bangunan masyarakat yang ideal untuk diteladani dan ditiru oleh generasi-generasi yang datang kemudian. Namun, 'pemikiran teoritis' saat itu belum dimulai. Hal ini tentu amat logis dengan situasi yang ada. Yang jelas, belum ada kebutuhan terhadap hal itu. Namun demikian, belum lagi era tersebut berakhir, sudah timbul faktor-faktor fundamental yang niscaya mendorong timbulnya pemikiran ini, dan membentuk 'teori-teori politik' secara lengkap. Di antara faktor-faktor yang terpenting ada tiga hal: pertama, sifat sistem sosial yang didirikan oleh Rasulullah Saw. Kedua, pengakuan akan prinsip kebebasan berpikir untuk segenap individu. Ketiga, penyerahan wewenang kepada umat untuk merinci detail sistem ini, seperti tentang metode manajerialnya, dan penentuan beberapa segi formatnya. Kami perlu menjelaskan lebih lanjut tentang faktor-faktor ini.

Islam dan Politik

Sistem yang dibangun oleh Rasulullah Saw dan kaum mukminin yang hidup bersama beliau di Madinah --jika dilihat dari segi praksis dan diukur dengan variabel-variabel politik di era modern-- tidak disangsikan lagi dapat dikatakan bahwa sistem itu adalah sistem politik par excellence. Dalam waktu yang sama, juga tidak menghalangi untuk dikatakan bahwa sistem itu adalah sistem religius, jika dilihat dari tujuan-tujuannya, motivasinya, dan fundamental maknawi tempat sistem itu berpijak.

Dengan demikian, suatu sistem dapat menyandang dua karakter itu sekaligus. Karena hakikat Islam yang sempurna merangkum urusan-urusan materi dan ruhani, dan mengurus perbuatan-perbuatan manusia dalam kehidupannya di dunia dan akhirat. Bahkan filsafat umumnya merangkum kedua hal itu, dan tidak mengenal pemisahan antara keduanya, kecuali dari segi perbedaan pandangan. Sedangkan kedua hal itu sendiri, keduanya menyatu dalam kesatuan yang tunggal secara solid; saling beriringan dan tidak mungkin terpisah satu sama lain. Fakta tentang sifat Islam ini amat jelas, sehingga tidak membutuhkan banyak kerja keras untuk mengajukan bukti-bukti. Hal itu telah didukung oleh fakta-fakta sejarah, dan menjadi keyakinan kaum Muslimin sepanjang sejarah yang telah lewat. Namun demikian, ada sebagian umat Islam sendiri, yang mengklaim diri mereka sebagai 'kalangan pembaru', dengan terang-terangan mengingkari fakta ini!. Mereka mengklaim bahwa Islam hanyalah sekadar 'dakwah agama' (3): maksud mereka adalah, Islam hanyalah sekadar keyakinan atau hubungan ruhani antara individu dengan Rabb-nya. Dan dengan demikian tidak memiliki hubungan sama sekali dengan urusan-urusan yang kita namakan sebagai urusan materi dalam kehidupan dunia ini. Di antara urusan-urusan ini adalah: masalah-masalah peperangan dan harta, dan yang paling utama adalah masalah politik. Di antara perkataan mereka adalah: "agama adalah satu hal, dan politik adalah hal lain".

Untuk mengcounter pendapat mereka, tidak ada manfaatnya jika kami mendedahkan pendapat-pendapat ulama Islam; karena mereka tidak mau mendengarkannya. Juga kami tidak memulainya dengan mengajukan fakta-fakta sejarah, karena mereka dengan sengaja telah mencampakkannya!. Oleh karena itu, cukuplah kami kutip beberapa pendapat orientalis dalam masalah ini, dan mereka telah mengutarakan hal itu dengan redaksi yang jelas dan tegas. Hal itu kami lakukan karena para 'pembaru-pembaru' itu tidak dapat mengklaim bahwa mereka lebih modern dari para orientalis itu, juga tidak dapat mengklaim bahwa mereka lebih mampu dalam menggunakan metode-metode riset modern, dan penggunaan metode-metode ilmiah. Di antara pendapat-pendapat para orientalis itu adalah sebagai berikut:

  1. Dr. V. Fitzgerald (4) berkata: "Islam bukanlah semata agama (a religion), namun ia juga merupakan sebuah sistem politik (a political system). Meskipun pada dekade-dekade terakhir ada beberapa kalangan dari umat Islam, yang mengklaim diri mereka sebagai kalangan 'modernis', yang berusaha memisahkan kedua sisi itu, namun seluruh gugusan pemikiran Islam dibangun di atas fundamental bahwa kedua sisi itu saling bergandengan dengan selaras, yang tidak dapat dapat dipisahkan satu sama lain".
  2. Prof. C. A. Nallino (5) berkata: "Muhammad telah membangun dalam waktu bersamaan: agama (a religion) dan negara (a state). Dan batas-batas teritorial negara yang ia bangun itu terus terjaga sepanjang hayatnya".
  3. Dr. Schacht berkata (6): " Islam lebih dari sekadar agama: ia juga mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik. Dalam ungkapan yang lebih sederhana, ia merupakan sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan negara secara bersamaan".
  4. Prof. R. Strothmann berkata (7): "Islam adalah suatu fenomena agama dan politik. Karena pembangunnya adalah seorang Nabi, yang juga seorang politikus yang bijaksana, atau "negarawan".
  5. Prof D.B. Macdonald berkata (8): "Di sini (di Madinah) dibangun negara Islam yang pertama, dan diletakkan prinsip-prinsip utama undang-undang Islam".
  6. Sir. T. Arnold berkata (9): " Adalah Nabi, pada waktu yang sama, seorang kepala agama dan kepala negara".
  7. Prof. Gibb berkata (10): "Dengan demikian, jelaslah bahwa Islam bukanlah sekadar kepercayaan agama individual, namun ia meniscayakan berdirinya suatu bangun masyarakat yang independen. Ia mempunyai metode tersendiri dalam sistem kepemerintahan, perundang-undangan dan institusi".

Bukti Sejarah

Seluruh pendapat-pendapat tadi diperkuat oleh fakta-fakta sejarah : di antara fakta sejarah yang tidak dapat diingkari oleh siapapun adalah, setelah timbulnya dakwah Islam, kemudian terbentuk bangunan masyarakat baru yang mempunyai identitas independen yang membedakannya dari masyarakat lain. Mengakui satu undang-undang, menjalankan kehidupannya sesuai dengan sistem yang satu, menuju kepada tujuan-tujuan yang sama, dan di antara individu-individu masyarakat yang baru itu terdapat ikatan ras, bahasa, dan agama yang kuat, serta adanya perasaan solidaritas secara umum. Bangunan masyarakat yang memiliki semua unsur-unsur tadi itulah yang dinamakan sebagai bangunan masyarakat 'politik'. Atau yang dinamakan sebagai 'negara'. Tentang negara, tidak ada suatu definisi tertentu, selain aanya fakta terkumpulnya karakteristik-karakteristi yang telah disebutkan tadi dalam suatu bangunan masyarakat.

Di antara fakta-fakta sejarah yang tidak diperselisihkan juga adalah, bangunan masyarakat politik ini atau 'negara', telah memulai kehidupan aktifnya, dan mulai menjalankan tugas-tugasnya, dan merubah prinsip-prinsip teoritis menuju dataran praksis. Setelah tersempurnakan kebebasan dan kedaulatannya, dan kepadanya dimasukkan unsur-unsur baru dan adanya penduduk. Yaitu setelah pembacaan bai'at Aqabah satu dan dua, yang dilakukan antara Rasulullah Saw dengan utusan dari Madinah, yang dilanjutkan dengan peristiwa hijrah. Para faktanya, kedua bai'at ini --yang tidak diragukan oleh seorangpun tentang berlangsungnya kedua bai'at ini-- merupakan suatu titik transformasi dalam Islam (11). Dan peristiwa hijrah hanyalah salah satu hasil yang ditelurkan oleh kedua peristiwa bai'at itu. Pandangan yang tepat terhadap kedua bai'at tadi adalah dengan melihatnya sebagai batu pertama dalam bangunan 'negara Islam'. Dari situ akan tampak urgensitas kedua hal itu. Alangkah miripnya kedua peristiwa bai'at itu dengan kontrak-kontrak sosial yang di deskripsikan secara teoritis oleh sebagian filosof politik pada era-era modern. Dan menganggapnya sebagai fondasi bagi berdirinya negara-negara dan pemerintahan. Namun bedanya, 'kontrak sosial' yang dibicarakan Roussou dan sejenisnya hanyalah semata ilusi dan imajinasi, sementara kontrak sosial yang terjadi dalam sejarah Islam ini berlangsung dua kali secara realistis di Aqabah. Dan di atas kontrak sosial itu negara Islam berdiri. Ia merupakan sebuah kontrak historis. Ini merupakan suatu fakta yang diketahui oleh semua orang. Padanya bertemu antara keinginan-keinginan manusiawi yang merdeka dengan pemikiran-pemikiran yang matang, dengan tujuan untuk mewujudkan risalah yang mulia.

Dengan demikian, negara Islam terlahirkan dalam keadaan yang amat jelas. Dan pembentukannya terjadi dalam tatapan sejarah yang jernih. Karena Tidak ada satu tindakan yang dikatakan sebagai tindakan politik atau kenegaraan, kecuali dilakukan oleh negara Islam yang baru tumbuh ini. Seperti Penyiapan perangkat untuk mewujudkan keadilan, menyusun kekuatan pertahanan, mengadakan pendidikan, menarik pungutan harta, mengikat perjanjian atau mengirim utusan-utusan ke luar negeri. Ini merupakan fakta sejarah yang ketiga. Adalah mustahil seseorang mengingkarinya. Kecuali jika kepadanya dibolehkan untuk mengingkari suatu fakta sejarah yang terjadi di masa lalu, dan yang telah diterima kebenarannya oleh seluruh manusia. Dari fakta-fakta yang tiga ini --yang telah kami sebutkan-- terbentuk bukti sejarah yang menurut kami dapat kami gunakan sebagai bukti --di samping pendapat kalangan orientalis yang telah disitir sebelumnya-- atas sifat politik sistem Islam. Jika telah dibuktikan, dengan cara-cara yang telah kami gunakan tadi, bahwa sistem Islam adalah sistem politik, dengan demikan maka terwujudlah syarat pertama yang mutlak diperlukan bagi keberadaan pemikiran politik. Karena semua pemikiran tentang hal ini: baik tentang pertumbuhannya, hakikatnya, sifat-sifatnya atau tujuan-tujuannya, niscaya ia menyandang sifat ini, yaitu sifatnya sebagai suatu pemikiran politik. Syarat ini merupakan faktor yang terpenting dalam pertumbuhan pemikiran ini. Bahkan ia merupakan landasan berpijak bagi kerangka-kerangka teoritis dan aliran-aliran pemikiran yang beragam. Oleh karena itu, amatlah logis jika kami curahkan seluruh perhatian ini untuk meneliti dan menjelaskannya.

Catatan kaki:

(1) Di antara tokoh yang mengatakan hal itu adalah Prof. J.N. Figgis dalam buku "The Divine Right of Kings --yang dengan bukunya itu ia mendapatkan salah satu penghargaan sastra yang besar-- , dalam beberapa tempat dari bukunya itu, ia membuktikan bahwa teori itu lahir akibat situasi dan kondisi yang berlangsung pada saat itu. Di antara ungkapannya itu adalah yang ia tulis dalam pendahuluan bukunya itu: "Teori ini lebih tepat dikatakan sebagai akibat dari realitas yang ada, ketimbang sebagai buah pemikiran murni", hal. 6.
J. Matters juga mengatakan dalam bukunya "Concepts of State, Sovereignty and International Law", p.2, sebagai berikut: "ini adalah fakta yang penting, meskipun tidak diketahui oleh banyak orang: bahwa teori-teori yang ditelurkan oleh Hocker, Hobbes, Locke, dan Roussou merupakan hasil dari kecenderungan-kecenderungan politik mereka, dan perhatian mereka terhadap hasil peperangan-pepernagan agama dan politik, yang --secara berturut-turut--terjadi pada zaman mereka, di negara-negara mereka, atau di negara-negara yang menjadi perhatian mereka".

(2) Di antara klaim-klaim yang salah, yang didengung-dengungkan oleh banyak orientalis adalah: bahwa peristiwa hijrah merupakan permulaan era baru. Maksudnya, ia merupakan starting point terjadinya perubahan fundamental, yang tidak saja terlihat dalam pergeseran sifat kejadian-kejadian yang berlangsung setelahnya, namun juga pada karakteristik Islam itu sendiri, prinsip-prinsip yang diajarkan olehnya, serta dalam lingkup kejiwaan Rasulullah Saw dan tujuan-tujuan beliau. Untuk membuktikan klaim itu, mereka melakukan komparasi antara kehidupan Rasulullah Saw yang bersifat menyerah dan mengalah di Mekkah dengan kehidupan jihad dan revolusi di Madinah!. Untuk membantah klaim ini, kita cukup berdalil dengan fakta bahwa tidak kontradiksi antara kedua priode kehidupan Rasulullah Saw itu (priode Mekkah dan madinah), dan priode kedua tak lebih dari kontiunitas periode pertama. Dan perbedaan yang ada hanyalah terletak pada kondisi dan faktor-faktor penggerak kejadian; setiap kali ada fenomena tertentu yang signifikan, saat itu pula timbul dimensi baru dalam kehidupan Islam.
Namun kita cukup mengutip apa yang dikatakan oleh seorang tokoh orientalis yang besar, yaitu Prof. H.A.R. Gibb. Ia berkata dalam bukunya yang berbicara tentang Islam "Muhammedanism", p. 27, in the Series (H.U.L), 1949, sebagai berikut:

"Peristiwa hijrah sering dilihat sebagai starting point transformasi menuju era baru dalam kehidupan Muhammad dan penerusnya; namun pembandingan secara mutlak yang biasanya dilakukan antara pribadi seorang Rasul yang tidak terkenal dan tertindas di Mekkah, dengan pribadi seorang mujahid [Muhammad] dalam membela aqidah di Madinah, tidak memiliki landasannya dalam sejarah. Tidak ada perubahan dalam pandangan Muhammad tentang misinya atau kesadarannya terhadap misinya itu. Meskipun dalam segi pisik tampak gerakan Islam dalam bentuk yang baru, namun hal itu hanyalah bersifat sebagai penampakkan sesuatu yang sebelumnya tertutup, dan pendeklarasian sesuatu yang sebelumnya disembunyikan. Adalah suatu pemikiran Rasul yang tetap -- seperti yang juga dilihat oleh musuhnya dalam memandang masyarakat agama baru yang didirikan olehnya itu-- bahwa dia akan mendirikan suatu bangunan politik; sama sekali bukan sekadar bentuk agama yang terpisah dari dan terletak di bawah kekuasaan pemerintahan duniawi. Dia selalu menegaskan, saat menjelaskan sejarah risalah-risalah rasul sebelumnya, bahwa ini (pendirian negara) merupakan salah satu tujuan utama diutusnya rasul-rasul oleh Tuhan. Dengan demikian, sesuatu hal baru yang terjadi di Madinah --hanyalah-- berupa: jama'ah Islam telah mengalami transformasi dari fase teoritis ke fase praksis".

(3) Diantara tokoh mengusung pendapat ini dan membelanya adalah Ali Abdurraziq, mantan hakim pengadilan agama di Manshurah, dan mantan menteri perwakafan, dalam bukunya yang dipublikasikan pada tahun 1925, dan berjudul: Al Islam wa Ushul al Hukm. Di samping bantahan-bantahan yang kami ketengahkan saat ini, kami akan kembali mendiskusikn pendapat-pendapatnya dan memberikan bantahan atasnya nanti secara lebih terperinci dalam pasal-pasal berikutnya. (lihat, terutama, pasal keempat, dalam buku ini, di bawah sub-judul: bantahan atas klaim-klaim beberapa penulis kontemporer).

(4) Dalam 'Muhammedan Law", ch. I, p. 1.

(5) Dikutip oleh Sir. T. Arnold dalam bukunya: The Caliphate, p. 198.

(6) Encyclopedia of Social Sciences, vol. VIII, p. 333

(7) The Encyclopedia of Islam, IV, p. 350.

(8) Development of Muslim Theology, Jurisprudence and Constitutional Theory, New York, 1903, p. 67

(9) The Caliphate, Oxford, 1924, p. 30.

(10) Muhammedanism, 1949, p. 3

(11) Deskripsi detail tentang kedua bai'at tadi dapat dirujuk di dalam buku-buku sejarah politik. Dalam kesempatan ini kami sebutkan dua referensi: pertama, Sirah ibnu Hisyam (cet. Al Maktabah at Tijariah al Kubra), juz 2, hal. 35-90. kedua, Muhadharat fi Tarikh al Umam al Islamiah, karya Muhammad Khudhari, juz 1, hal. 79-83. Kami cukup mengutip sedikit darinya tentang kedua bai'at itu. Yaitu bahwa bai'at yang pertama terjadi satu tahun tiga bulan sebelum peristiwa hijrah, dan dihadiri oleh dua belas laki-laki dari penduduk Madinah. Kesepakatan yang diucapkan pada saat itu adalah tentang keharusan bertauhid, memegang kaidah-kaidah akhlak sosial umum yang menjadi dasar bagi undang-undang masyarakat yang ideal. Sedsangkan bai'at yang kedua terjadi satu tahun setelah itu, pada musim haji yang berikutnya. Dihadiri oleh tujuh puluh tiga laki-laki dan dua orang wanita. Perjanjian yang diucapkan saat itu ---disamping point-point yang disepakati sebelumnya-- adalah untuk saling bantu-membantu daslam peperangan dan perdamaian dalam melawan musuh negara yang baru berdiri itu, dan agama yang baru, serta untuk taat dalam kebaikan dan membela kebenaran.

Catatan Penterjemah:

Date: Thu, 10 Aug 2000 00:55:20 +0300
From: "alkattani"
To:

Assalamu'alaikum wr. wb.

Beberapa bulan yang lalu, saya dan beberapa orang rekan telah menyelesaikan penerjemahan buku Nazhariyyat as Siyasiyyah al Islamiyyah (Teori Politik Islam) yang cukup tebal, yang ditulis oleh Dr. Muhammad Dhiauddin Rais, Guru Besar dan Ketua Jurusan Sejarah Islam Fakultas Darul Ulum -- Universitas Kairo. Banyak orang yang mengatakan bahwa buku ini adalah buku terbaik yang pernah ditulis dalam bidang Teori Politik Islam. Mudah-mudahan dalam beberapa bulan mendatang GIP bisa segera menerbitkan buku tersebut, sehingga bisa segera memberikan manfaat bagi kaum Muslimin Indonesia yang sedang amat membutuhkan guidance dalam berpolitik. Sebagai bahan sementara, berikut ini saya kirimkan beberapa halaman dari buku tersebut (dalam dua postingan). Semoga bermanfaat.

Wassalamu'alaikum wr. wb.
Abdul Hayyie al Kattani



Mungkin udah banyak yang tau kalo PC yang kita pakai sebenernya bisa juga untuk memainkan game PS2 ... yah saya disini hanya ingin menjelaskan tentang PCSX2 ( ps2 emulator for pc ) ,

Link buat download PCSX2 juga cara instalasi dan cara setting pcsx2 tersebut....
Pertama - tama kalian download terlebih dahulu PCSX2 dan juga Biosnya pada link dibawah ini :

Download PCSX2 Emu DISINI


Download PCSX2 bios DISINI


Kemudian Install PCSX2 emulatornya .... jika sudah unrar bios yang kamu download tadi pada bios directory di tempat kalian menginstall PCSX2nya....

Tahap terakhir tinggal mengkonfigurasikan pcsx2 agar mencapai kecepatan maksimal karena jika tidak di konfigurasikan maka game yang akan kita maenkan pasti berjalan sangat lambat ....
Untuk mensetting pcsx2 kalian tinggal liat video dibawah ini


Source: http://princetechno.blogspot.com


UI Enhancements

ubah desktop kamu sesuai keinginan kamu, software ini akan membuat desktop kamu menjadi terbaru

Cara download software cukup gampang kok, tinggal telusuri saja link yang ada. Dimana itu akan membawa kamu ke website pembuat resmi. Selain kamu bisa yakin download secara aman tanpa virus, kamu juga bisa mendapatkan update terbaru dari software gratis tersebut.

RENUNGAN UNTUK UMAT KRISTEN DAN ISLAM


Umat Kristen: Kembali Kepada Kasih Yesus, dan Dewasa


Garis bawah dari pertanyaan ‘Mungkinkah Hubungan Inter-Relijius’ adalah bahwa dua kesatuan besar umat manusia dalam tulisan ini, Kristen dan Islam, harus berpikir jauh ke depan dan menanamkan semangat kebaikan dan cinta, dalam menghadapi masa depan kehidupan di dunia.


Bagi umat Kristiani, barangkali, pondasi berpikir yang paling bijaksana adalah berbelas-kasihan. Bukankah Yesus Kristus selalu menyeru pada kita untuk mengasihi umat manusia? Umat Islam, sebagai saudara kandung sesama Anak Adam, sesama Domba-Domba Tersesat yang sedang mencari jalan menuju ke Haribaan Sang Penyelamat, adalah saudara yang sedang berada dalam titik krisis kekaburan orientasi kehidupan dunia. Tentu saja, sudut pandang dari sikap untuk mengasihi itu bukan tentang harapan-harapan akan Kesatuan Umat dalam Kerajaan Kristen, tetapi sudut pandang yang murni dan bening, tanpa kacamata-kacamata emosional-keagamaan.


Kemudian, bijak kiranya, jika umat Kristen mau membedakan kesatuan identitas antara Barat dan Agama Kristen. Barat memang menjadi bagian besar dari perkembangan Agama Kristen, tetapi Barat bukan sama dengan Kristen. Kristen lahir di Timur, di Yerusalem. Impilkasi luar biasa dari paradigma ini adalah, bahwa kita akan mampu membaca dan memahami sejarah dalam tiap-tiap muatannya yang berbeda tetapi bercampur-aduk menjadi satu, antara muatan politis, emosional, egosentris atau semangat sakral keagamaan. Dari sejarah yang telah berlalu, konflik-konflik kelam yang mengaitkan diri pada tubuh agama adalah konflik yang berasal dari sifat-sifat rendah manusia untuk menang dan menyingkirkan yang lain (egosentris).


Khusus mengenai isu Fundamentalisme dan Terorisme Islam, umat Kristen semestinya tidak mengait-tubuhkan dengan Islam itu sendiri, melainkan harus menelitinya dan memahaminya sebagai fenomena sosial-emosional yang memiliki latar sejarah yang panjang, yang dalam hal ini berkait erat dengan sejarah Kristen Barat di masa lalu.


Islam: Agama Ini Bermula dari Sebuah Perintah ‘Bacalah!’


Umat Islam selalu mengeluh bahwa sedang berada dalam keterpurukan peradaban, tetapi tak pernah mencoba untuk bangkit dengan semangat sejati agama Islam, yaitu Ilmu. Di masa lalu, Islam jaya karena Ilmu, karena kearifan, dan karena kebijaksanaan yang agung dari perenungan spiritual.


Bolehlah berdalih dan merajuk, bahwa sejarah mencatat, umat Islam telah di Dzolimi di masa lalu, tetapi mengapa tak mau kembali kepada Allah? Bukankah Dia telah berfirman dalam Alkitab Surat Al-A`raf 34, bahwa tiap-tiap bangsa memiliki masanya sendiri, dan Allah akan mengganti masa kejayaan masing-masingnya agar bisa saling belajar?


Tak pelak, keterpurukan Islam sangatlah pantas untuk kita renungkan sebagai Rencana Illahi, agar kita senantiasa merenung, dan barangkali, agar kita tak jadi umat yang takabur, dan kemudian tersesatkan oleh nafsu untuk berbuat dzalim kepada umat lain.


Jika kita ingin bangkit, maka jalan satu-satunya adalah kembali pada Ilmu, karena Ilmu adalah cahaya, dan karena Ilmu-lah kita telah mencapai kegemilangan di masa lalu. Dan, bukankah Nabi S.a.w diperintah untuk membaca pada saat disapa Tuhan melalui Jibril pada saat perjumpaan pertama? Yah!, menjadi pintar dan berilmu adalah satu-satunya jalan, agar kita bisa kembali—sedikit demi sedikit—meraih manisnya kemajuan peradaban.


Catatan :

  1. id.wikipedia.com/Kekristenan

  2. id.wikipedia.com/Sejarah_gereja

  3. id.wikipedia.com/Konsili_Nicea

  4. id.wikipedia.com/Nestorianisme

  5. Mengenai kisah tersebut, tercatat dalam banyak catatan, dan saya sendiri mengutip dari sebuah buku tulisan Maulana Muhammad Zakariya al-Kandahlawi: Himpunan Fadhilah Amal, Penerbit As-Shaff, Yogyakarta, 2006, hal. 432-432, Bab. Kisah-Kisah Sahabat R.a

  6. Sub tema tersebut, Kekhalifahan Andalusia dan Mitos Islam, kerangka besarnya saya sarikan dari satu bab buku tulisan Karen Amstrong: Sejarah Muhammad, Biografi Sang Nabi, Penerbit Pustaka Horizona, Magelang, 2001, Bab. Muhammad Sang Musuh

Kami salin dari Kompasiana ( Alwan Rosyidin )

KESIMPULAN


Kesimpulan yang bisa kita generalisir dari alur sejarah antara Islam, Kristen dan Barat adalah bahwa, antara lain:


  1. Kristen dan Barat, pada hakikatnya tidak identik. Kristen lahir di Timur, yang mana adalah jalan keselamatan yang bernisbat kepada Sang Juruselamat Yesus Kristus dari Yerusalem.

  2. Konflik Kristen dan Islam tidak terjadi karena sebab gesekan teologis, tetapi karena sebab politis dan sebab-sebab keserakahan manusia.

  3. Konflik Kristen dan Islam, pada dasarnya bukanlah ungkapan yang tepat, karena konflik yang terjadi bukanlah permusuhan antara Dunia Kristen secara umum, dengan Dunia Islam secara umum; melainkan antara Dunia Barat yang beragama Kristen, dengan dunia Islam.

  4. Fundamentalisme dan Terorisme Islam, sama sekali tak ada hubungannya dengan agama Islam. Ia merupakan gerakan sosial-emosional sebagai luapan kebencian dan dendam masa lalu Islam kepada Barat, yang disebabkan oleh luka-luka sejarah, yang telah ditulis dengan pedang Barat sendiri.

  5. Menyalahkan Islam dan membenci Islam atas isu Fundamentalisme dan Terorisme, adalah bentuk ketidak-adilan yang sangat disayangkan, dan sebagai umat manusia yang lebih modern dan dewasa, seharusnya kita harus menjauhkan diri dari pola pemahaman seperti itu.


HUBUNGAN INTER-RELIJIUS: BAGAIMANA, MUNGKINKAH?


Berangkat dari tesis awal, bahwa atas Kehendak Sang Pencipta, manusia telah melewati masa hidup di dunia dalam rentang sejarah yang sangat panjang; dan bahwa kenyataannya, sekarang kita berdiri dengan beragam keunikan dan bermacam pola kehidupan manusia dalam masing-masing identitasnya, baik agama, geneologis-ras maupun budaya. Satu fakta yang tak bisa kita sangkal adalah bahwa, kita telah ditempatkan dalam wadah kehidupan di dunia, dalam pluralitas manusia.


Sudah merupakan konsekuensi logis, dan menjadi fakta yang mesti terjadi, adalah bahwa kita harus hidup dengan segala bangsa dan identitas, dalam nuansa yang damai dan sikap menghormati. Dan untuk mencapai kehidupan bersama yang harmonis, saling membangun dan damai, maka adalah mustahil hal itu bisa terjadi jika paradigma pemikiran kita masih berkisar pada penghakiman dan penilaian sekilas pada situasi-situasi dunia. Kesalah-pahaman akan terus terjaga, dan pemahaman tidak akan pernah tercapai, dan akhirnya akan membawa kita pada puncak kebodohan dengan segala kondisi mental buruk rasa curiga, kebencian dan ketakutan.


Jadi, yang perlu direnungkan bersama adalah, kita tak selayaknya menjadi umat manusia yang berpuas diri dengan diri sendiri, dan kemudian menengok secara sekilas pada orang lain. Kita tak selayaknya memandang konflik antar-agama di masa lalu dalam bingkai-bingkai sempit yang mengaburkan, dan kita tak boleh menghakimi realita-realita sosial yang berhubungan dengan identias agama dengan landasan pemahaman yang dangkal dan tanpa semangat ketulusaan-kasih untuk memahami orang lain dalam empati.


Satu-satunya jalan untuk meraih harmonisasi kehidupan inter-relijius, adalah dengan memahami secara mendalam, bangunan besar sejarah umat manusia, dan atau, bila itu terlalu melelahkan, adalah dengan meletakan niatan-niatan baik dengan semangat toleransi pada umat manusia, dengan kacamata-kacamata empati. Dengan itulah, semoga, kehidupan umat manusia—dengan pluralitasnya, di masa mendatang akan semakin cerah, harmonis dan berjaya, dalam masing-masing keistimewaan ciri-ciri.


Kami salin dari Kompasiana ( Alwan Rosyidin )



CATATAN-CATATAN TEMPO KEMARIN


Setelah sejarah yang cukup panjang dari pertikaian Barat Kristen dan Islam—mulai dari Perang Salib, Kekhalifahan dan Kolonialisasi, konflik modern antara dunia Islam dan Barat Kristen masih juga terjadi. Catatan yang paling besar yang mungkin diingat banyak orang adalah ‘perang saudara’ antara Serbia Kristen dan Bosnia Islam. Tragedi itu, walaupun nampak seperti perang saudara, sebenarnya lebih mirip holocaust modern, yang dilakukan oleh Serbia Kristen. Walaupun konflik itu bisa dipahami dari sudut pandang politis dan sosial, tetapi satu hal yang menyakitkan bagi umat Islam dunia adalah, bahwa Barat, seolah-olah membiarkan hal itu dan mendukung Serbia Kristen.


KEMENANGAN BARAT DAN DISORENTASI IDENTITAS


Mengawali abad 20, barat telah berjaya dan tampil sebagai pemenang di dunia. Kejayaan itu berasal dari kebangkitan pemikiran, yang ternyata, bertolak dari konflik antara kekuasaan Kristen dan kaum intelektual Eropa. Pencapaian puncak dari kemenangan barat adalah munculnya pemikiran sekuler, dan terpinggirkannya lembaga agama (Kristen) formal. Dan ternyata, kebangkitan sekulerisme Eropa semakin mengantarkan Eropa menuju kejayaan yang lebih dan terus berlanjut, meninggalkan semua peradaban lain di dunia—termasuk Islam. Dalam situasi ini, dengan sisa-sisa luka masa lalu, dunia Islam menaruh rasa sakit, benci, iri dan dendam yang meluap-luap dengan Barat.


Dengan melihat-ulang sejarah, kebencian dunia Islam kepada barat sejatinya sangatlah bisa dipahami. Hal itu tak lain karena, dalam sejarahnya, dunia Islam tak pernah bersalah, apalagi melakukan dominasi-dominasi yang represif terhadap Barat. Dalam sejarah Peradaban Andalusia misalnya, umat Islam merasa tidak pernah menyingkirkan orang Kristen—yang diidentikkan dengan Barat, dan justru mempersilahkan mereka untuk hidup dan berkembang bersama.


Tapi setelah semua itu, Barat, dengan mengendap-endap di balik jubah Kekristenan, menikam Islam dari belakang, dan kemudian menelikung dan kemudian menyeret tubuh Islam dengan Kereta Kebiadaban yang tak bisa dilupakan. Barat telah menulis sejarah kelamnya sendiri, ya!: sendiri!. Dengan tangan mereka, dengan pena pedang, dan dengan tinta darah, Barat telah menulis Kitab Kegelapan-nya sendiri.


Sekulerisasi Materialistis dan Disorentasi Identitas


Kemenangan barat yang berasal dari kemenangan kaum rasionalis-kapitalis juga membawa beragam pemikiran dan pandangan hidup yang sekuler-materialistik. Pandangan itu berkisar pada ‘kemandirian manusia’ dari campur-tangan Tuhan dan agama, dan bahwa, dengan kemajuan ilmu dari hasil olah intelek, manusia berhak untuk hidup dengan tolok ukurannya sendiri, dengan mengesampingkan pengaruh lembaga agama, dan nilai-nilai spiritual.


Dampak dari bawaan pandangan-pandangan hidup itu sangatlah luas. Kebebasan berpikir dan pergerakan budaya yang kreatif dan berusaha mewadahi gejolak hasrat manusia terus dicapai dengan segala cara. Intinya terletak pada, bagaimana agar, manusia bisa mencapai titik kepuasan paling puncak, untuk semua hasrat manusianya, dengan kekuatan manusianya, dan berpaling dari bayang-bayang agama dan sosok Maha Pengatur Tuhan. Dan produk-produk dari gerakan sekuler-materialistik itu antara lain adalah: ekspresi budaya tanpa batas, kebebasan seks, pergerakan-pergerakan humanisme-materialistik dan pemberontakan pemikiran.


Dari sudut pandang Islam, derivasi produk itu menjadi sebuah ‘Cermin Acak’ yang mengacaukan. Di satu sisi, Islam, dengan berlandaskan pada tuntunan moral dari Syariah, sangat mengatur dengan tegas norma-norma moral tentang ini-dan-itu; tetapi di satu sisi, kemegahan Barat yang bangkit itu jelas telah menyilaukan umat Islam, dan akhirnya bercermin padanya. Sehingga, akhirnya umat Islam mengalami satu titik Disorentasi Identitas. Islam memasuki masa renaisans, dan barat terus melaju menggunakan kereta zaman, meninggalkan Islam dalam nisan-nisan luka, yang mengubur jasad-jasad berdarah pengkhianatan.


Dan tentu saja, bagi kalangan agamawan Islam ortodoks, segala luka dalam tubuh Islam yang semakin tercacah-cacah akibat agresifitas Barat, adalah menjadi satu alasan emosional paling sahih untuk membenci Barat. Barat yang telah menikam Peradaban Islam dari belakang, Barat yang telah mengisap darah negeri-negeri lemah, Barat yang yang telah menghanguskan hiasan-hiasan Islam, dan Barat yang telah menghipnotis generasi muda Islam dalam ketersesatan arah hidup.


ISLAM, FUNDAMENTALISME DAN TERORISME


Akhir-akhir ini, isu tentang Terorisme dan Fundamentalisme Islam begitu marak mencuat di dunia. Beranjak dari tragedi 9/11, dunia terbawa pada satu stigma bahwa Islam adalah identik dengan kekerasan, ekstrimisme beragama, dan terorisme.


Pandangan itu tentu manusiawi, dan sangat bisa dipahami. Tapi adakah kita mau mencoba memahami, kenapa kiranya Fundamentalise Islam dan Terorisme bisa muncul dan berkembang? Barangkali sedikit sekali.


Fundamentalisme Islam adalah wujud paling esktrim dari usaha umat Islam untuk kembali pada identitas Islam yang utuh. Dan karena disusupi oleh ruh-ruh anti-barat, maka wujud dari gerakan ini bermanifestasi dalam nuansa paradigma yang rendah diri, kecewa, benci dan dendam, yang akhirnya membentuk benteng-benteng pertahanan berupa formalitas hukum Syariah. Muatan-muatan kebencian itu sendiri bukanlah akibat dari dosa umat Islam—tentu saja, tetapi harus jujur kita akui, kebencian itu berasal dari laku Barat sendiri pada Islam di masa lalu.


Jadi, mulia dan elegan kiranya, satu paradigma berpikir yang harus senantiasa kita kembangkan menyangkut isu Fundamentalisme dan Terorisme Islam adalah: Mengapa ini semua bisa terjadi? Ada apa dengan Islam? Jelaslah tak adil membenci Islam karena Fundamentalisme dan Terorisme, tanpa mencoba memahami dengan tulus dan obyektif, sejarah Islam—dan kaitannya dengan Barat: Apa itu Islam, sejarah masa lalu dan hubungannya dengan agama dan kebudayaan lain di masa lalu.


Kami salin dari Kompasiana ( Alwan Rosyidin )




Mitos Islam


Satu kenyataan historis yang sangat menyedihkan adalah, entah karena sebab apa, saat itu, di Barat berkembang mitos mengerikan—dan memalukan—tentang Islam dan Muhammad. Muhammad, oleh orang Kristen barat, dipanggil dengan nama Mahomet, dan dikisahkan dengan segala bentuk atribut paling mengerikan yang bisa dibayangkan; yang antara lain adalah: Mahomet Nabi Palsu, Mahomet penipu ulung, Anti-Kristus, Musuh Tuhan, Monster, Ahli Bid`ah, manusia aneh dengan kelainan seks, dan—yang paling mengerikan—dihubungkan dengan mitos simbol kekuatan gelap Iblis dengan laskar setan 666. Ternyata, mitos itu berasal dari perkiraan-sangka tahun kematian Muhammad, 666 M.


Selain itu, di kalangan agamawan, Islam dikenal dengan Muhammadan, yang mana dianggap sebagai sempalan sesat dari Kristen. Pada masa-masa paska-Protestan, idiom ‘Muhammadan’ juga dipakai untuk merendahkan Islam dengan ditambahi idiom lawan-sekte mereka. Kaum Katolik menyebut Islam sebagai ‘Protestan Muhammadan’; dan sebaliknya, kaum Protestan menyebut Islam sebagai ‘Katolik Muhammadan’.


Mitos-mitos tersebut berkembang sangat pesat di dalam pemahaman Kristen—baik awam maupun agamawan, sehingga imej Islam dan Muhammad di mata Kristen barat, saat itu, adalah imej yang sangat buruk yang berafiliasi dengan hal-hal berikut: Anti-Kristus, Ahli Bid`ah, Sesat, Penjahat, Penipu, Nabi Palsu, Iblis dan orang aneh. Tak heran bila kemudian Kristen barat sangat gerah dengan adanya ‘Kerajaan Islam’ di Andalusia, dan dengan nuansa emosional sektarian, Kristen Barat sangat berhasrat untuk memusnahkan peradaban Islam Andalusia.


Selain sebab mitos Islam, kebencian Kristen barat juga sangat dipengaruhi oleh dampak Perang Salib. Kemenangan Islam atas Tanah Suci Yerusalem membuat Kristen Barat sangat kecewa, dan benci dengan Islam. Yang lebih menyedihkan, kemenangan Islam atas Yerusalem dihubungkan dengan nubuat anti-kristus yang akan menguasai Tanah Suci. Memanglah, hubungan Kristen Barat dan Islam saat itu, adalah berada dalam kondisi yang kritis dan negatif.


Keruntuhan Khalifah dan Kolonialisasi Eropa


Dengan semangat kecurigaan, salah-paham dan mitos-mitos, kebencian Kristen Barat terhadap Islam semakin menjadi-jadi, dan akhirnya muncul hasrat untuk menyingkirkan Islam, dan atau kalau bisa, memusnahkan Islam. Dengan bersandar pada mitos dan bendera Kerajaan Kristen, usaha untuk menyingkirkan dikobarkan sebagai perbuatan suci untuk menegakkan kerajaan Kristen milik Allah, menyelamatkan Jalan Keselamatan Yesus Kristus di dunia.


Banyak orang menganggap, bahwa serial Perang Salib untuk memperebutkan adalah bencana terbesar dari hubungan gelap Kristen Barat dan Islam, tapi pandangan itu tempak perlu untuk kita pikirkan ulang. Titik nadir paling dramatis dari hubungan Kristen Barat dan Islam bisa dikatakan justru berada pada fakta penghancuran Kekhalifahan Andalusia. Masa itu adalah kebiadaban yang tak terperi, dimana bangsa Eropa—dengan bendera Kristen, memusnahkan peradaban Islam Andalusia tanpa ampun. Tak ada penggambaran yang tepat bagaimana Eropa Kristen menghancurkan peradaban Islam Andalusia. Buku-buku dimusnahkan, padahal, sebelumnya, akademisi dan kaum pelajar Eropa berkiblat pada ilmuan Islam di negara Andalusia. Musnahnya peradaban Islam di Andalusia, bisa dikatakan menjadi kemenangan terbesar Kristen Barat, tetapi di sisi sebaliknya—yaitu umat Islam, momen itu menjadi titik tolak munculnya kebencian terhadap Barat dan Kristen, yang tak mudah untuk dilupakan hingga masa-masa sesudahnya.


Selain Keruntuhan Kekhalifahan Andalusia, kemudian Perang Salib, faktor lain yang menjadikan hubungan Barat Kristen (saya membedakan idiom Kristen Barat dan Barat Kristen) dan Islam menjadi lebih buruk adalah pergerakan Kolonialisasi Eropa pada abad pertengahan sampai awal abad duapuluh.


Dengan berlandaskan semangat penaklukan bangsa Eropa, dan dengan mengikutsertakan isu-isu misi Kristiani, bangsa-bangsa Eropa mengadakan penaklukan-penaklukan atas bangsa-bangsa lain di dunia—termasuk di negeri-negeri Islam. Pergerakan penaklukan ini hampir serempak dilakukan oleh negeri-negeri Eropa di seluruh dunia, dan yang menyakitkan, walau membawa misi Kristiani, kebanyakan dari penaklukan bangsa Eropa itu dilakukan dengan cara dan tujuan yang keji dan kejam. Walau tak berhubungan dengan dunia Islam, sejarah kelam mengenai pemusnahan bangsa Indian di Eropa, pada masa modern, menjadi preseden sangat gelap dan menjijikan dari sejarah kebudayaan Barat.


Di berbagai penjuru negeri di dunia, semangat kolonialisasi Eropa pada dasarnya didorong oleh sebab pertumbuhan ekonomi dan revolusi Industri di Eropa. Revolusi Industri, yang selain membawa dampak luarbiasa bagi perkembangan manusia, juga menghasilkan dampak persaingan yang dipenuhi oleh nuansa keserakahan yang materialistis. Negeri-negeri koloni dijadikan ladang pengerukan kekayaan dan—jangankan menghargai—menindas bangsa setempat. Contoh yang paling dekat tentu adalah negeri kita sendiri, yang selama 3,5 abad dicengkeram oleh Belanda dalam kolonialisasi yang kapitalistik dan kejam. Kolonilasi-kolonialisasi Eropa inilah yang menjadi ‘nilai tambah’ bagi semakin tebalnya rasa kebencian terhadap Barat yang—khususnya—timbul di hati umat Islam. Barat dan Kristen-nya adalah negeri yang barbar, kejam dan serakah !


Segera setelah beratus tahun menjalani kolonialisasi, Barat berkembang menjadi kekuatan raksasa yang menggeser dominasi peradaban Islam. Selain dominasi politik, kebangkitan barat juga membawa dampak-dampak politis-kebudayaan di dunia Islam. Kekhalifahan Islam Ottoman di Turki, merupakan salahsatu korban yang bisa kita hubungkan dengan pencapaian Eropa dari hasil kolonialisasi. Mustafa Kemal Attaturk dengan serta merta melakukan kudeta dan menyingkirkan Khalifah, dan juga bertendensi ‘mencuci’ simbol-simbol peradaban Islam. Walaupun Mustafa Kemal dicatat—dalam buku sejarah SMA—sebagai pahlawan bangsa Turki, tetapi bagi umat Islam, dia tak lebih dari korban imperialisasi budaya barat, yang kemudian dengan membabi-buta merusakkan sendi-sendi peradaban Islam, lahir dan ‘batin’.


Lengkaplah sudah, kini posisi Barat dan Islam terbalik, dan yang paling menyakitkan, Kejayaan Barat dicapai dengan cara-cara yang memalukan, dan pada akhirnya memunculkan sentimen anti-barat, yang tidak hanya muncul di negeri Islam, tetapi juga di negeri non-Islam yang merasa terpinggirkan dan kemudian merumuskan pandangan-pandangan independen yang berseberangan dengan Barat (sosialisme, marxisme dan komunisme).


Kami copy dari Kompasiana ( Alwan Rosyidin )




ISLAM: RISALAH KENABIAN DAN RENAISANS BARAT


Bagi pemeluknya, Islam adalah sebuah risalah kenabian yang menggenapi risalah-risalah agama terdahulu—Yahudi dan Kristen—yang memiliki satu tujuan yang sama, yaitu mengajak umat manusia kepada Jalan Tuhan. Dalam Islam sendiri, mengimani eksistensi ajaran Juruselamat-juruselamat terdahulu adalah sebuah kewajiban dan menjadi salahsatu dari Rukun Iman Islam. Umat Islam diwajibkan meyakini dan mengakui risalah-risalah kenabian terdahulu, yang menyeru kepada satu tujuan yang sama. Umat Islam diwajibkan—dengan sepenuh hati—mengakui eksistensi Abraham/Ibrahim, Yakub/Jacob, Daud/King David, Isa al-Masih/Yesus Kristus, dan tentu saja, pembawa risalah-risalah ketuhanan terdahulu yang lain, yang berawal dari Bapak Adam. Kewajiban untuk mengakui risalah kenabian terdahulu tersebut, juga mencakup pengakuan akan teks-teks ketuhanan yang diturunkan kepada mereka, seperti Taurat/Perjanjian Lama, Injil/Perjanjian Baru, Zabur/Mazmur dan lain sebagainya.


Islam lahir di negeri Arab, melalui perantaraan seorang manusia bernama Muhammad. Berbeda dengan Kristen—yang menganggap Yesus Kristus sebagai inkarnasi Tuhan dalam wujud manusia, Islam tidak memandang Muhammad sebagai perwujudan Tuhan dalam diri manusia, tetapi sebatas sebagai seorang penyampai Risalah Tuhan. Selain bertalian secara historis dengan Kristen, Islam juga memiliki pertalian darah secara genetis pada sosok pembawa risalah. Muhammad, sebagai utusan Tuhan, adalah keturunan dari Bapak Abraham melalui jalur Ismael. Keterkaitan-keterkaitan ini—bagi umat Islam—adalah sebuah fakta yang mencerahkan, karena—bukannya sebagai anti-kristus misalnya—Islam hadir sebagai pelengkap hukum-hukum Tuhan sebelumnya yang mengajak kepada jalan Tuhan yang lurus.


Jika inti dari agama Kristen adalah sosok Yesus dan keyakinan Trinitas, maka inti dari agama Islam adalah peng-Esa-an Tuhan secara absolut—tanpa segala bentuk konsep inkarnasi atau perantara wujud. Oleh karenanya, demi menghindari keterpersokan umat dalam kultus manusia—seperti Yesus Kristus dalam Kristen, Islam melarang pembuatan gambar Muhammad.


Jadi, menurut pemahaman umat Islam, agama Islam bukanlah musuh bagi agama sebelumnya, dan walau hadir untuk mengingatkan umat sebelumnya untuk bertolak pada agama yang telah disempurnakan ini, tetapi tak ada paksaan dalam pengabaran risalah Tuhan ini. Prinsip kebebasan iman ini tertuang jelas dalam Al-Qur`an Surat Al-Kafiruun Ayat 6: Bagimu agamamu, bagiku agamaku—ayat ini kemudian menjadi klise karena menjadi pedoman umat Islam dalam dialog-dialog antar-agama.


Mengenai independensi Islam sebagai agama penyempurna dan tidak bertendensi untuk memusuhi agama terdahulu, bisa kita simak kisah-kisah hubungan yang romantis antara umat Islam dan Kristen pada awal kenabian Muhammad. Bahkan, orang yang pertama mengenali dan mengakui tanda kenabian Muhammad adalah seorang Pendeta Kristen Nestorian(4) dari Suriah bernama Bahira/Buhairah.


Kisah lain yang menunjukkan romantisme hubungan Islam-Kristen di awal kenabian adalah kisah pemberian suaka politik bagi umat Islam yang diberikan oleh Raja Najasyi, seorang raja dari Kerajaan Kristen Habasyah. Pemberian suaka ini berkenaan dengan kondisi awal umat Islam yang terjepit karena dominasi kaum non-Islam Mekkah yang ingin memerangi Islam.(5)


Jadi, pokok kesimpulan yang bisa kita ambil dan kita pahami adalah, bahwa Islam dan Kristen, di negeri Timur tidak mengalami konflik, dan bahkan mengalami hubungan-hubungan yang romantis. Konflik Kristen-Islam hanya terjadi di dan dari campur tangan Kristen Barat. Poin ini tentu sangat penting untuk memberi gambaran yang lebih obyektif, bahwa konflik yang sebenarnya terjadi di masa lalu, adalah konflik antara Islam dan umat Kristen dari Barat, atau bisa di persempit menjadi: konflik antara Islam dan Barat.


RENAISANS BARAT


Kenapa umat Kristen di barat sangat terganggu—yang kemudian menjadi benci—dengan kehadiran risalah ketuhanan Islam? Hal itu tak bisa di simpulkan dengan pasti. Tapi yang nampaknya sangat bisa kita terima adalah, bahwa kebencian Kristen Barat kepada Islam dilatari oleh nafsu-nafsu rendahan manusia, yang sebagiannya bisa kita afiliasikan dengan karakter genetis Barat: agresif, barbar dan serakah.


Ada satu masa di barat, dimana seluruh negeri Barat berada dalam krisis kebudayaan dan pemikiran, yang mencapai titik terendah kehidupan manusia. Dominasi Kerajaan Tuhan Katolik Roma telah menecengkeram Eropa dalam kekuasaan absolut berdasar doktrin-doktrin agama yang hampir tanpa celah untuk kritik. Padahal, karena banyak sebab historis, doktrin-doktrin Kristen mengalamai begitu banyak peyorasi teologis, yang berujung pada ketidak-sinkronan kehidupan agama dengan kehidupan pemikiran yang rasional. Agama Kristen berkembang menjadi begitu simbolis dan kehilangan ruh dinamisasi. Doktrin berubah menjadi ketetapan, dan ketetapan menjadi hukum. Segala pemikiran yang dianggap berseberangan dengan doktrin Kristen akan diperangi dan kemudian dimusnahkan. Akhirnya, Barat berada dalam stagnasi yang mencekam.


Sementara itu, di Timur, Islam terus berkembang menjadi negeri yang hebat. Dinasti-dinasti Kekhalifahan berdiri di beberapa pusat: Kekhalifahan Abassiyah di Iraq, Kekhalifahan Fathimiyah di Maroko, dan Kekhalifahan Andalusia di Spanyol. Secara kasat mata, kehadiran negeri-negeri Islam itu membuat negeri Kristen Barat merasa gelisah, iri, takut dan akhirnya benci. Kegelisahan Barat kepada negeri-negeri Islam akhirnya bermuara pada munculnya mitos-mitos dan propaganda-propaganda yang sangat mengerikan dan memalukan. Dalam titik itu, semua orang akan dengan malu harus mengakui bahwa Barat—dengan bendera Kerajaan Katolik Roma, adalah negeri yang sangat intoleran, radikal dan barbar.


Kekhalifahan Andalusia dan Mitos Islam(6)


Seiring dengan zaman kegelapan Eropa, saat itu, di Spanyol telah berdiri sebuah Kekhalifahan Islam yang sangat megah yaitu Kekhalifahan Andalusia. Umat Islam mengalami puncak kehidupan dan kejayaan. Kehidupan sejahtera dan Ilmu Pengetahuan berkembang sangat subur.


Berbeda dengan doktrin Kristen saat ini, Islam justru mendorong umatnya untuk mengkaji dan melakukan aktualisasi Ilmu setinggi-tingginya. Jadilah saat itu, terjadi proses ‘penyerahan tongkat estafet’ ilmu pengetahuan—khususnya filsafat—dari kebudayaan Yunani Kuno ke tangan Islam. Berbagai manuskrip tentang filsafat Yunani diterjemahkan secara masal ke dalam bahasa arab dan menjadi bahan kajian umat Islam. Dengan kajian berbasis teologi Islam, kemudian lahirlah bahasan-bahasan filsafat kalam yang cemerlang. Selain filsafat, bidang ilmu pengetahuan yang lain juga mengalami perkembangan yang cemerlang saat itu. Secara umum, jika kita ingin membayangkan kondisi Eropa dan dunia Islam saat itu, adalah kondisi umat Islam dan Barat sekarang, dalam kondisi terbalik.


Kami salin dari Kompasiana ( Alwan Rosyidin )