Tampilkan postingan dengan label Islamic. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islamic. Tampilkan semua postingan
Ada Dari Tiada

Pertanyaan tentang bagaimana alam semesta berasal, ke mana bergeraknya, dan bagaimana hukum-hukum mempertahankan keteraturan dan keseimbangan selalu menjadi topik yang menarik. Para ilmuwan dan pakar membahas subyek ini dengan tiada henti dan telah menghasilkan beberapa teori.

Teori yang berlaku sampai awal abad ke-20 ialah bahwa alam semesta mempunyai ukuran yang tidak terbatas, ada tanpa awal, dan bahwa terus ada untuk selama-lamanya. Menurut pandangan ini, yang disebut 'model alam semesta statis', alam semesta tidak mempunyai awal ataupun akhir.

Dengan mengacu filsafat materialis, pandangan ini menolak adanya Pencipta seraya masih berpendapat bahwa alam semesta merupakan sekumpulan zat yang konstan, stabil, dan tidak berubah.

Materialisme ialah sistem pemikiran yang menganggap bahwa zat itu merupakan suatu makhluk yang mutlak dan menolak segala keberadaan kecuali keberadaan zat. Dengan berakar pada filsafat Yunani Kuno dan semakin diterimanya materialisme ini di abad ke-19, sistem pemikiran ini menjadi terkenal dalam bentuk materialisme dialektis Karl Marx.

Seperti yang telah kita nyatakan tadi, model alam semesta abad ke-19 menyiapkan landasan bagi filsafat materialis. George Politzer, dalam bukunya yang berjudul Principes Fondamentaux de Philosophie, menyatakan berdasarkan model alam semesta statis bahwa "alam semesta bukan merupakan obyek yang diciptakan", dan katanya lagi:

Kalau begitu, alam semesta pasti diciptakan sekaligus oleh Tuhan dan dijadikan dari ketiadaan. Untuk menghasilkan ciptaan, maka di tempat pertama, Penciptanya harus menghasilkan keberadaan tersebut pada waktu alam semesta tidak ada, dan bahwa segala sesuatu muncul dari ketiadaan. Inilah yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan.1

Ketika Politzer menyatakan bahwa alam semesta tidak terbuat dari sesuatu yang tidak ada, ia berpijak pada model alam semesta statis abad 19 tersebut, dan mengira bahwa ia berpandangan ilmiah. Namun begitu, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi memutarbalikkan konsep-konsep lama seperti model alam semesta statis yang menjadi dasar bagi ilmuwan yang menganut materialisme. Kini, di awal abad ke-21, dengan eksperimen, observasi dan perhitungan, fisika modern telah membuktikan bahwa alam semesta memiliki suatu awal dan diciptakan dari ketiadaan melalui ledakan dahsyat.

Bahwa alam semesta memiliki suatu awal berarti kosmos bukan dihasilkan dari sesuatu yang tidak ada, melainkan diciptakan. Jika ciptaan itu ada (yang sebelumnya tidak ada), maka tentu saja ada Pencipta alam semesta. Ada dari tiada ialah sesuatu yang tidak dapat dipahami oleh benak manusia. (Manusia tidak dapat memahaminya karena tidak berkesempatan untuk mengalaminya). Karena itu, ada dari tiada itu sama sekali bukan pengumpulan obyek-obyek untuk membentuk obyek baru sekaligus (seperti karya seni atau penemuan teknologi). Alam semesta sendiri merupakan ayat Allah yang menciptakan segalanya sekali-jadi dan dalam satu peristiwa saja dengan sempurna, karena benda-benda yang diciptakan itu sebelumnya tidak bercontoh dan bahkan tidak ada waktu dan ruang untuk menciptakannya.

Munculnya alam semesta dari tiada menjadi ada tersebut merupakan bukti terbesar diciptakannya alam semesta. Mempelajari fakta ini akan mengubah banyak hal. Ini membantu manusia memahami arti kehidupan dan memperbaiki sikap dan tujuannya. Karena itu, banyak kalangan ilmuwan berupaya mengabaikan fakta penciptaan yang tidak dapat mereka pahami sepenuhnya, meskipun buktinya jelas bagi mereka. Kenyataan bahwa semua bukti ilmiah mengarah pada keberadaan Pencipta telah memaksa mereka untuk mencari alternatif-alternatif yang bagi alam pikiran orang awam membingungkan. Meskipun demikian, bukti ilmu pengetahuan sendiri jelas-jelas mengakhiri perjalanan teori-teori ini.

Kini, mari kita pelajari sekilas proses perkembangan ilmiah terjadinya alam semesta.


MELUASNYA ALAM SEMESTA


Edwin Hubble, di dekat teleskop raksasanya.

Di tahun 1929, di Observatorium California Mount Wilson, Astronom berkebangsaan Amerika Edwin Hubble menghadirkan salah satu penemuan terbesar dalam sejarah astronomi. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia dapati bahwa cahaya dari bintang-bintang itu berubah ujung spektrumnya menjadi merah dan bahwa perubahan ini lebih memperjelas bahwa itu bintang-bintang yang menjauh dari bumi. Penemuan ini berpengaruh bagi dunia ilmu pengetahuan, karena menurut aturan ilmu fisika yang sudah diakui, spektrum cahaya berkedip-kedip yang bergerak mendekati tempat observasi tersebut cenderung mendekati warna lembayung, sedangkan spektrum cahaya berkerlap-kerlip yang menjauh dari tempat observasi itu cenderung mendekati warna merah. Artinya, bintang-bintang itu menjauh dari kita secara tetap.

Lama sebelumnya, Hubble menemukan penemuan lain yang sangat penting: Bintang dan galaksi bergerak menjauh bukan hanya dari kita, tetapi juga saling menjauh. Satu-satunya kesimpulan yang dapat ditarik dari suatu alam semesta di mana semua bintang dan galaksi menjauh dari bintang dan galaksi lain adalah bahwa alam semesta 'bertambah luas' secara tetap.

Untuk lebih memahaminya, alam semesta dapat dianggap sebagai permukaan balon yang meledak. Karena bagian-bagian di permukaan balon ini saling memisah sebagai akibat dari pemompaan atau penggelembungan, hal ini berlaku juga untuk obyek-obyek di ruang angkasa yang saling memisah sebagai akibat dari terus bertambah luasnya alam semesta.

Sebenarnya, teori ini telah ditemukan jauh sebelumnya. Albert Einstein, yang dianggap merupakan ilmuwan terbesar abad 20, telah menyimpulkan dalam teori fisikanya setelah melalui perhitungan yang cermat bahwa alam semesta itu dinamis dan tidak statis. Namun bagaimanapun, ia telah meletakkan penemuannya bukan untuk bertentangan dengan teori model alam semesta statis yang sudah diakui luas di zamannya. Einsten kemudian mengidentifikasi tindakannya itu sebagai kesalahan terbesar sepanjang karir keilmuwanannya. Sesudah itu, menjadi jelas melalui pengamatan Hubbles bahwa alam semesta bertambah luas.



Di sini ditunjukkan perbedaan berbagai galaksi yang letaknya jauh yang cenderung mendekati warna merah. Garis vertikal di bagian atas menunjukkan bagian tertentu spektrum. Di spektrum-spektrum lain, titik ini cenderung mengarah ke kanan sejauh arah anak panah horisontal. Kecenderungan mendekati merah ini, yang menunjukkan jauhnya, semakin nyata bila galaksi bergerak semakin jauh dari bumi.

Jadi, apa yang penting dari fakta bahwa alam semesta bertambah luas terhadap proses terjadinya alam semesta?

Alam semesta yang bertambah luas itu menunjukkan bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur dalam hal waktu, maka alam semesta terbukti berasal dari 'titik tunggal'. Perhitungan menunjukkan bahwa titik tunggal ini yang mengandung pengertian semua zat atau materi yang ada di alam semesta mempunyai 'volume nol' dan 'kerapatan yang tak terbatas'. Alam semesta terjadi karena adanya ledakan dari titik tunggal yang bervolume nol ini. Ledakan yang luar biasa dahsyatnya yang disebut Ledakan Dahsyat ini menandai awal dimulainya alam semesta.

'Volume nol' merupakan satuan teoretis yang digunakan untuk tujuan pemaparan. Ilmu pengetahuan dapat menetapkan konsep 'ketidakadaan', yang berada di luar jangkauan batas-batas pemahaman manusia, dengan hanya mengungkapkannya sebagai 'suatu titik yang bervolume nol'. Alam semesta muncul dari 'ketidakadaan'. Dengan kata lain, alam semesta itu diciptakan.

Teori Ledakan Dahsyat itu menunjukkan bahwa pada awalnya, semua obyek di alam semesta merupakan satu bagian dan kemudian terpisah-pisah. Kenyataan ini, yang ditunjukkan dengan teori Ledakan Dahsyat, dinyatakan dalam Al-Qur'an 14 abad lalu, ketika manusia masih memiliki pengetahuan yang amat terbatas tentang alam semesta:

Tidakkah orang-orang kafir mengerti bahwa langit dan bumi semula berpadu (sebagai satu kesatuan dalam penciptaan), lalu keduanya Kami pisahkan? Dari air Kami jadikan segalanya hidup. Tidakkah mereka mau beriman juga? (Surat al-Anbiyaa', 30)

Seperti yang dinyatakan dalam ayat tersebut, apa saja, bahkan di 'langit dan bumi' yang belum tercipta sekalipun, diciptakan dengan suatu Ledakan Dahsyat dari suatu titik tunggal, dan membentuk alam semesta yang sekarang ini dengan saling terpisah.

Jika kita bandingkan pernyataan ayat itu dengan teori Ledakan Dahsyat, maka kita mengetahui bahwa ayat itu sepenuhnya cocok dengan teori tersebut. Namun, baru pada abad ke-20, Ledakan Dahsyat dikemukakansebagai teori ilmiah.

Meluasnya alam semesta itu merupakan salah satu bukti terpenting bahwa alam semesta diciptakan dari ketidakadaan. Meskipun kenyatan ini tidak ditemukan oleh ilmu pengetahuan sampai abad ke-20, Allah telah menjelaskan kepada kita kenyataan ini dalam Al-Qur'an, 1.400 tahun silam:

Dengan kekuasaan Kami membangun cakrawala, dan Kami yang menciptakan angkasa luas. (Surat adz-Dzaariyaat, 47)


MENCARI ALTERNATIF PENGGANTI TEORI LEDAKAN DAHSYAT

Seperti yang jelas terlihat, teori Ledakan Dahsyat membuktikan bahwa alam semesta 'diciptakan dari ketiadaan', dengan kata lain, diciptakan oleh Allah. Karena alasan inilah, para astronom penganut materialisme tetap bersikukuh mempertahankan teori Ledakan Dahsyat dan teori keadaan-tetap. Hal ini ditunjukkan oleh A. S. Eddington, seorang pakar fisika terkemuka penganut materialisme: "Secara filosofis, saya tidak menyukai gagasan tentang permulaan yang spontan untuk tataalam yang sekarang ini."2

Salah seorang yang terusik dengan teori Ledakan Dahsyat itu ialah Sir Fred Hoyle. Pada pertengahan abad ke-20, Hoyle mengemukakan suatu teori yang disebut keadaan-tetap yang mirip dengan pendekatan tentang alam semesta yang bersifat tetap pada abad ke-19. Teori keadaan-tetap berpendapat bahwa ukuran alam semesta tidak terbatas dan waktunya kekal. Dengan satu-satunya tujuan yang mengakui filsafat materialisme, teori ini sepenuhnya berbeda dengan teori Ledakan Dahsyat, yang berasumsi bahwa alam emesta mempunyai permulaan.

Para pembela teori keadaan-tetap itu menentang teori Ledakan Dahsyat dalam waktu yang lama. Namun demikian, teori-teori itu berlawanan dengan ilmu pengetahuan.

Sebaliknya, sebagian ilmuwan sedang mencari jalan untuk mengembangkan alternatif-alternatif.

Di tahun 1948, George Gamov muncul dengan gagasan lain tentang teori Ledakan Dahsyat itu. Ia menyatakan bahwa setelah terbentuknya alam semesta melalui peledakan dahsyat, ada radiasi yang melimpah di alam semesta yang tertinggal karena peledakan ini. Lagipula, radiasi ini tersebar merata di alam semesta.

Bukti yang 'mestinya telah ada ini' akan segera ditemukan.


SATU BUKTI LAGI: RADIASI LATAR KOSMOS

Di tahun 1965, dua peneliti, Arno Penzias dan Robert Wilson, secara kebetulan menemukan gelombang-gelombang ini. Radiasi ini, yang disebut 'radiasi kosmos', tampaknya tidak dipancarkan dari sumber tertentu, tetapi merembesi seluruh ruang angkasa. Jadi, panas gelombang yang diradiasikan secara merata dari sekeliling ruang angkasa itu tertinggal sisanya dari tahap awal Ledakan Dahsyat. Penzias dan Wilson mendapat penghargaan Nobel atas penemuan ini.

Di tahun 1989, NASA mengirim Satelit Cosmic Background Explorer (COBE) ke ruang angkasa untuk meneliti radiasi latar kosmos. Hanya membutuhkan delapan menit, scanner-scanner salelit ini menguatkan pengukuran dari Penzias dan Wilson. COBE telah menemukan sisa dari Ledakan Dahsyat yang terjadi pada awal-mula alam semesta.

Karena dianggap sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, kesimpulan ini secara eksplisit membuktikan teori Ledakan Dahsyat. Dari ruang angkasa dikirim temuan dari satelit COBE 2 setelah satelit COBE menjelaskan perhitungannya dengan cermat berdasarkan teori Ledakan Dahsyat itu.

Sebuah bukti lain yang penting untuk Ledakan Dahsyat itu ialah jumlah hidrogen dan helium di ruang angkasa. Dalam hitungan terakhir, konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta sesuai dengan perhitungan konsentrasi hidrogen-helium yang merupakan sisa dari Ledakan Dahsyat itu. Jika alam semesta tidak mempunyai permulaan dan jika alam semesta ada karena keabadian ada, maka unsur hidrogennya sepenuhnya telah digunakan dan diubah ke helium.

Semua bukti ini menyebabkan teori Ledakan Dahsyat diterima oleh para ilmuwan. Model ledakan dahsyat itu merupakan bagian terakhir yang dicapai oleh ilmu pengetahuan berkenaan dengan terbentuknya dan dimulainya alam semesta.

Dengan mempertahankan teori keadaan-tetap yang juga sejalan dengan gagasan Fred Hoyle selama bertahun-tahun, Dennis Sciama menguraikan pandangan akhir yang mereka capai setelah terungkapnya semua bukti tentang teori Ledakan Dahsyat. Sciama menyatakan bahwa ia turut mengambil bagian dalam perdebatan sengit antara yang mempertahankan teori keadaan-tetap dan yang menolaknya. Ia mencetuskan bahwa ia membela teori keadaan-tetap, bukan karena menganggapnya sahih, melainkan karena menghendakinya sahih. Fred Hoyle bergeming terhadap semua keberatan ketika bukti-bukti terhadap teori ini mulai terbuka. Sciama sendiri mula-mula sejalan dengan Hoyle tetapi kemudian, karena bukti-bukti mulai semakin tampak dan menumpuk, ia menerima bahwa permainan telah berakhir dan bahwa teori keadaan-tetap harus ditolak.3

Prof. George Abel dari Universitas California menyatakan juga bahwa bukti mutaakhir yang tersedia menunjukkan bahwa alam semesta dimulai milyaran tahun silam dengan Ledakan Dahsyat. Ia mengakui tidak ada pilihan lain kecuali menerima teori Ledakan Dahsyat itu.

Dengan diterimanya teori Ledakan Dahsyat, konsep 'zat kekal' yang merupakan dasar filosofi materialisme terlempar jauh ke dalam tumpukan sampah sejarah. Lantas, apa yang terjadi sebelum Ledakan Dahsyat dan kekuatan apa yang menyebabkan alam semesta 'ada' dengan melalui adanya ledakan dahsyat itu ketika alam semesta 'tidak ada'? Pertanyaan ini tentunya menyiratkan, menurut kata-kata Arthur Eddington, fakta yang 'secara filosofis kurang menyenangkan', yaitu adanya Sang Pencipta. Filosof ateis masyhur Antony Flew berkomentar perihal ini:

Pengakuan itu baik bagi rohani. Karena itu, saya akan mengawalinya dengan mengakui bahwa kaum ateis itu harus malu dengan konsensus mengenai kosmologi saat ini. Untuk itu, para kosmolog perlu memberi bukti ilmiah tentang apa yang St. Thomas nyatakan tidak terbukti menurut filsafat, yaitu bahwa alam semesta memiliki suatu awal. Jadi, selama alam semesta dianggap ada bukan hanya tanpa akhir melainkan juga tanpa permulaan, akan mudah dikemukakan opini bahwa keberadaan tampilannya, dan apa pun yang pada temuannya menjadi ciri atau sifat yang paling mendasar, sepatutnya diterima sebagai penjelasan akhir. Meskipun saya yakin bahwa teori keadaan-tetap masih benar, mempertahankannya dalam menghadapi teori Ledakan Dahsyat tentunya tidak mudah dan tidak menyamankan.4

Sebagian ilmuwan yang tidak mengkondisikan mereka sendiri untuk menjadi ateis telah mengakui adanya peranan Pencipta Yang Maha Kuasa dalam menciptakan alam semesta. Sang Pencipta ini pasti merupakan sesuatu Yang telah menciptakan baik zat (materi) maupun waktu, tetapi Yang tidak terpengaruh oleh keduanya. Astrofisikawan terkenal Hugh Ross mengakui hal ini dengan menuturkan:

Jika permulaan waktu bersamaan dengan awal keberadaan alam semesta, seperti teorema-angkasa jelaskan, maka penyebab alam semesta harus merupakan kesatuan yang berfungsi dalam suatu dimensi waktu yang sepenuhnya terpisah dan sudah ada sebelumnya terhadap dimensi waktu kosmos. Kesimpulan ini sangat penting untuk pemahaman kita tentang Siapa Tuhan dan Siapa atau Apa yang bukan Tuhan. Tuhan bukan alam semesta sendiri, dan tidak terkandung dalam alam semesta.5

Zat dan waktu diciptakan oleh Tuhan Yang Mahakuasa yang tidak bergantung pada semua pernyataan ini. Sang Pencipta ini ialah Allah, Yang merupakan Pemilik atau Penguasa langit dan bumi.


SANGAT SEIMBANG DI ANGKASA

Sebenarnya, teori ledakan dahsyat lebih menyulitkan penganut materialisme daripada si filosof ateis, Antony Flew. Ini karena ledakan dahsyat itu bukan hanya membuktikan bahwa alam semesta diciptakan dari sesuatu yang tidak ada, tetapi juga bahwa alam semesta diadakan dengan cara yang sangat terencana, sistematis dan terkontrol.

Ledakan Dahsyat terjadi dengan ledakan dari titik yang berisikan semua zat dan energi dari alam semesta dan tersebar di ruang angkasa ke segala arah dengan kecepatan yang luar biasa. Lepas dari zat dan energi ini, terjadi keseimbangan luar biasa yang berisikan galaksi, bintang, matahari, bumi dan semua benda langit lainnya. Selanjutnya, terbentuklah hukum yang disebut 'hukum fisika', yang sama di seluruh penjuru alam semesta dan tidak berubah. Semua ini menunjukkkan bahwa tata aturan yang sempurna muncul setelah terjadinya Ledakan Dahsyat.

Akan tetapi, ledakan ini tidak menghasilkan tatanan. Semua ledakan yang bisa diamati ini cenderung berbahaya, menceraiberaikan dan merusak apa yang sudah ada. Contohnya, ledakan atom dan hidrogen, ledakan dinamit, ledakan gunung berapi, ledakan gas alam, ledakan matahari: semua ledakan ini memiliki pengaruh yang merusak.

Jika kita mengetahui tatanan yang terperinci setelah terjadinya suatu ledakan--contohnya, jika ledakan di bawah tanah memunculkan karya seni yang sempurna, istana yang megah, atau rumah yang mengesankan--maka kita bisa berkesimpulan bahwa ada campur tangan 'supranatural' di belakang ledakan ini dan bahwa semua bagian-bagian yang tersebar karena ledakan itu bergerak dengan cara yang sangat tidak terkontrol.

Kutipan dari Sir Fred Hoyle, yang mengakui kesalahannya itu setelah bertahun-tahun menentang teori Ledakan Dahsyat, mengungkapkan situasi ini dengan sangat baik:

Teori ledakan dahsyat berpendapat bahwa alam semesta dimulai dengan suatu ledakan tunggal. Tetapi seperti yang dapat dilihat di bawah ini, suatu ledakan hanya memisahkan zat, sedangkan ledakan dahsyat secara misterius menghasilkan pengaruh yang bertolak belakang--dengan zat yang menumpuk atau menyatu bersama-sama dalam bentuk galaksi-galaksi.6

Seraya menyatakan bahwa penunaian keteraturan Ledakan Dahsyat itu tidak bersesuaian, ia secara yakin menafsirkan ledakan dahsyat dengan bias materialistik dan menganggap bahwa ini merupakan 'ledakan yang tak terkontrol'. Ia pada kenyataanya merupakan orang yang bersifat kontradiktif-sendiri dengan begitu saja membuat pernyataan sedemikian itu untuk menolak keberadaan Sang Pencipta. Alasan kita, jika tata aturan yang luar biasa itu muncul dengan suatu ledakan, maka konsep "ledakan yang tak terkendali" sebaiknya dikesampingkan, dan harus diterima bahwa ledakan tersebut dikendalikan secara luar biasa.

Segi lain dari tatanan luar biasa yang terbentuk pada alam semesta yang melalui Ledakan Dahsyat ini ialah penciptaan 'alam yang dapat dihuni'. Syarat pembentukan planet yang dapat dihuni ini begitu banyak dan begitu rumit sehingga hampir tak mungkin terbayang bahwa pembentukan planet ini secara kebetulan.

Paul Davies, profesor masyhur fisika teoretis, menghitung seberapa 'baik penyetelan' langkah peluasan setelah terjadi Ledakan Dahsyat, dan ia mendapatkan kesimpulan yang menakjubkan. Menurut Davies, jika tingkat peluasan setelah terjadinya Ledakan Dahsyat itu berbeda walau hanya dengan rasio 1 : 1.000.000.000², maka tidak akan terbentuk bintang yang dapat dihuni:

Pengukuran secara cermat menghasilkan angka peluasan yang sangat mendekati nilai kritis di mana alam semesta akan melepaskan gravitasinya sendiri dan bertambah luas selama-lamanya. Bila diperpelan sedikit, kosmos ini akan jatuh; bila dipercepat sedikit, bahan-bahan kosmos tersebut akan sepenuhnya terpencar. Lantas yang menarik adalah pertanyaan seberapa rumitkah tingkat pertambahan luas 'disetel dengan baik' supaya tiba pada garis pembagi yang tipis di antara dua bencana alam itu. Jika pada waktu I S (pada waktu terbentuk pola pertambahan luas) tingkat ekspansinya berselisih dari nilai sebenarnya sampai lebih dari 10-18 kali, maka ini sudah memadai untuk membatalkan keseimbangan yang rumit itu. Jadi, daya ledak alam semesta ini bersesuaian dengan akurasi gaya gravitasinya yang luar biasa. Ledakan dahsyat ini ternyata bukan ledakan kolot, tetapi ledakan yang besarnya tertata dengan tajam dan sangat indah.7

Hukum fisika yang muncul bersamaan dengan teori Ledakan Dahsyat itu tidak berubah selama jangka waktu 15 milyar tahun. Selanjutnya, hukum-hukum ini berlandaskan pada perhitungan yang begitu seksama sehingga selisih satu milimeter pun dari nilai yang berlaku dapat menyebabkan penghancuran struktur dan konfigurasi alam semesta.

Fisikawan terkenal Prof. Stephen Hawking menyatakan dalam bukunya, A Brief History of Time, bahwa alam semesta tersusun berdasarkan pada perhitungan dan keseimbangan yang tersetel dengan lebih baik daripada yang dapat kita rasakan. Hawking menyatakan dengan mengacu angka ekspansi alam semesta:

Mengapa alam semesta mulai terbentuk dengan tingkat ekspansi yang begitu mendekati kritis yang memisahkan model-model yang berurai berkeping-keping sehingga terus meluas selamanya, sampai-sampai sekarang pun, sepuluh ribu juta tahun berikutnya, masih terus bertambah luas mendekati tingkat kritis? Jika tingkat ekspansi satu detik setelah ledakan dahsyat lebih kecil bahkan mendekati satu per seratus ribu juta, maka alam semesta akan berkeping-keping sebelum mencapai ukurannya yang sekarang ini.8

Paul Davies juga memaparkan konsekuensi yang tidak bisa dihindari yang berasal dari keseimbangan dan perhitungan yang sangat cermat dan tepat itu:

Kesan bahwa struktur terkini alam semesta, yang tampaknya begitu sensitif terhadap sedikit perubahan jumlah, telah direncanakan secara cermat itu sulit untuk ditentang. ... Sederetan nilai numerik yang alam tunjukkan melalui konstanta dasarnya masih menjadi bukti yang paling pasti untuk unsur disain kosmik.9

Sehubungan dengan fakta itu pula, seorang Profesor Astronomi dari Amerika, George Greenstein, menulis dalam bukunya, The Symbiotic Universe:

Tatkala kami meneliti semua bukti tersebut, muncul pikiran bahwa sebentuk perantara supranatural pasti terlibat.10


PENCIPTAAN ZAT

Atom, bagian pembangun zat, menjadi ada setelah terjadinya Ledakan Dahsyat. Atom-atom ini kemudian mengumpul bersama-sama membentuk alam semesta dengan bintang, bumi, dan matahari. Kemudian, atom-atom tersebut membentuk kehidupan di bumi. Dengan berkumpulnya atom-atom, segala yang anda lihat di sekitar anda: tubuh anda, kursi yang anda duduki, buku yang ada di tangan anda, langit yang terlihat melalui jendela, tanah, beton, buah-buahan, tanaman, semua makhluk hidup dan segala yang bisa anda bayangkan itu memasuki kehidupan.

Lantas, terbuat dari apakah atom itu, bagian pembangun segala sesuatu, dan jenis struktur apa yang atom miliki?

Bila kita periksa struktur atom, kita lihat bahwa semua bagiannya mempunyai tata aturan dan disain yang menonjol. Setiap atom mempunyai nukleus yang mengandung protron dan neutron yang jumlahnya tertentu. Di samping itu, ada elektron-elektron yang bergerak mengelilingi nukleus dalam suatu orbit yang tetap dengan kecepatan 1.000 km per detik.11 Jumlah elektron suatu atom sama dengan jumlah protonnya, karena proton yang bermuatan positif dan elektron yang bermuatan negatif selalu seimbang satu sama lain. Jika salah satu dari jumlah ini berbeda, maka tidak ada atom karena keseimbangan elektromagnetiknya terganggu. Nukleus atau inti atom, protron dan neutron yang ada di dalamnya, dan elektron di sekitarnya selalu bergerak. Elektron-elektron ini berputar mengelilingi inti atom mereka sendiri dan dengan kecepatan tertentu tanpa saling menyimpang. Kecepatannya selalu seimbang dengan yang lainnya dan selalu menjaga kelangsungan hidup atomnya. Tidak pernah terjadi salah-atur, perbedaan, atau pun perubahan.

Sangatlah gamblang bahwa kesatuan yang sangat teratur dan tertentu itu ada setelah peledakan dahsyat yang berlangsung pada yang non-ada. Jika Ledakan Dahsyat itu merupakan ledakan yang kebetulan dan tidak terkontrol, maka mestinya diikuti dengan kejadian acak dan tersebarnya segala yang terbentuk itu dalam suatu kekacaubalauan yang luar biasa dahsyatnya.

Sebenarnya, tatanan yang tak bercacat telah berlaku di setiap tahap sejak awal keberadaannya. Contohnya, alam semesta terbentuk di tempat dan waktu yang berbeda, namun begitu terorganisir sehingga alam semesta seakan-akan dihasilkan dari satu-satunya pabrik dengan kesadaran masing-masing. Mula-mula, elektron mendapati sendiri suatu nukleus dan mulai mengelilinginya. Kemudian, atom-atom menyatu untuk membentuk zat, dan semuanya menghasilkan obyek-obyek yang bermakna, bertujuan, dan masuk-akal. Sesuatu yang tidak wajar, mendua, tidak normal, tidak bermanfaat, dan tidak bertujuan tidak pernah terjadi. Segala sesuatu, dari unit terkecil sampai unsur terbesar, terorganisir dan mempunyai tujuan yang beragam

Semuanya ini merupakan bukti kuat adanya Pencipta, Yang Mahakuasa, dan menunjukkan kenyataan bahwa segala sesuatu itu menjadi ada sesuai dengan kemauan-Nya kapan saja Ia kehendaki. Dalam Al-Qur'an, Allah menunjukkan penciptaan-Nya sehingga:

Dialah Yang menciptakan langit dan bumi dengan sebenarnya; tatkala Ia berfirman, "Jadilah!" maka ia pun jadi. Firman-Nya adalah kebenaran. (Surat al-An'aam, 73)


SETELAH LEDAKAN DAHSYAT

Ketika Roger Penrose, seorang fisikawan yang mendalami penelitian tentang asal-usul alam semesta, membuktikan bahwa adanya alam semesta bukan kebetulan belaka, ini menunjukkan bahwa pasti ada tujuannya. Bagi sebagian orang, 'alam semesta itu sudah lama di sana' dan akan tetap di sana. Kita hanya mendapati diri berada tepat di tengah-tengah benda semesta ini. Pandangan ini mungkin tidak dapat membantu kita dalam memahami alam semesta. Menurut pandangan Penrose, ada banyak masalah yang mendalam tentang alam semesta yang di luar jangkauan indera kita saat ini. 12

Tatanan di dalam struktur atom itu mengatur segenap alam. Dengan atom dan partikelnya yang bergerak dengan aturan tertentu, gunung-gunung tidak tercerai-berai, tanah tidak terurai, langit tidak terbelah dan, singkatnya, zat disatukan bersama-sama dan konstan.

Atom

Pandangan Roger Penrose ini sesungguhnya merupakan bahan pemikiran yang baik. Seperti yang kata-kata ini tunjukkan, banyak orang salah mengira bahwa adanya alam semesta dengan segala keharmonisannya yang sempurna itu ada bukan demi apa-apa dan bahwa mereka hidup di alam semesta ini demi peran yang lagi-lagi tidak bermakna.

Akan tetapi, tidaklah lumrah sama sekali bahwa suatu tatanan yang sempurna dan menakjubkan itu terjadi setelah adanya Ledakan Dahsyat, yang bagi kalangan ilmiah berarti pembentukan alam semesta.

Singkatnya, bila kita periksa sistem hebat ini di alam semesta, kita lihat bahwa adanya alam semesta dan cara kerjanya itu bersandar pada keseimbangan yang sangat cermat dan keteraturan yang, karena terlalu rumit, tidak bisa dijelaskan dengan penyebab-penyebab yang kebetulan. Sebagai bukti, alam semesta sama sekali tidak mungkin terbentuk sendiri atau secara kebetulan setelah terjadinya suatu ledakan dahsyat. Terbentuknya tata aturan sedemikian itu yang mengikuti suatu ledakan seperti Ledakan dahsyat hanya dimungkinkan sebagai hasil dari penciptaan yang supernatural.

Rencana dan tata aturan yang tiada banding itu tentunya membuktikan keberadaan sang Pencipta dengan pengetahuan, kebijakan dan kekuatan yang tidak terbatas, Yang telah menciptakan zat dari sesuatu yang tidak ada dan Yang mengendalikan dan mengaturnya secara berkesinambungan. Sang Pencipta ini ialah Allah, Penguasa langit, bumi dan seisinya. Semua fakta ini juga menunjukkan kita bagaimana filosofi materialisme, yang hanya merupakan suatu dogma abad ke-19, diganti dengan ilmu pengetahuan abad ke-20.

Dengan menguak rencana, disain, dan tata aturan hebat yang lazim ditemui di alam semesta itu, ilmu pengetahuan modern telah membuktikan keberadaan Sang Pencipta Yang telah menciptakan dan mengatur semua makhluk: yaitu, Allah.

Dengan berpijak pada jumlah manusia yang luar biasa banyaknya selama berabad-abad dan bahkan telah mengaburkan sendiri dengan topeng ilmu pengetahuan, materialisme membuat kesalahan besar dan menolak keberadaan Allah, Yang menciptakan dan mengatur zat dari sesuatu yang tidak ada.

Pada suatu hari, materialisme akan dikenang dalam sejarah sebagai keyakinan primitif dan takhyul yang bertentangan dengan akal dan juga ilmu pengetahuan.


Pertanyaan:

Apakah Allah ada? Apakah ada bukti mengenai keberadaan Allah?




Jawaban: Apakah Allah ada? Saya merasa tertarik melihat begitu banyak perhatian yang diberikan kepada perdebatan ini. Survei terbaru mengatakan 90% masyarakat dunia percaya akan keberadaan Allah atau kuasa lain semacamnya. Namun demikian, tanggung jawab untuk membuktikan keberadaan Tuhan dilemparkan pada orang-orang yang percaya bahwa Tuhan ada. Menurut saya seharusnya terbalik.

Namun demikian, keberadaan Allah tidak dapat dibuktikan atau disangkal. Alkitab bahkan mengatakan bahwa kita harus menerima keberadaan Allah dengan iman. “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (Ibrani 11:6). Jikalau Allah menghendaki, Dia bisa muncul begitu saja dan membuktikan pada seluruh dunia bahwa Dia ada. Namun jikalau Dia melakukan hal itu, tidak diperlukan iman. “Kata Yesus kepadanya: `Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya’" (Yohanes 20:29).

Tidak berarti bahwa tidak ada bukti keberadaan Allah. Alkitab menyatakan “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi (Mazmur 19:1-4). Saat memandang bintang-bintang, kala memahami luasnya alam semesta, ketika mengamati keajaiban alam dan menikmati keindahan matahari terbenam – semua ini menunjuk pada Allah sang Pencipta. Jikalau semua ini masih tidak cukup, di dalam hati kita masih ada bukti keberadaan Allah. Pengkhotbah 3:11 memberitahu kita, “bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Jauh di dalam diri kita ada suatu pengenalan bahwa ada sesuatu yang melampaui hidup dan dunia ini. Kita dapat secara intelektual menolak pengenalan ini, namun kehadiran Allah di dalam diri kita dan melalui diri kita akan terus ada. Sekalipun demikian, Alkitab memperingatkan kita bahwa beberapa orang akan terus menyangkal keberadaan Allah, “Orang bebal berkata dalam hatinya: `Tidak ada Allah’." (Mazmur 14:1). Karena lebih 98% orang-orang sepanjang sejarah, dalam semua kebudayaan dan peradaban, di semua benua, percaya akan adanya semacam Allah, pastilah ada sesuatu (atau seseorang) yang menyebabkan kepercayaan semacam ini.

Selain argumentasi Alkitab mengenai keberadaan Allah, ada pula argumentasi logis. Pertama-tama adalah argumentasi ontologis. Bentuk argumentasi ontologis yang paling populer pada dasarnya menggunakan konsep keTuhanan untuk membuktikan keberadaan Allah. Hal ini dimulai dengan mendefinisikan Allah sebagai, “sesuatu yang paling besar yang dapat dipikirkan.” Dikatakan bahwa ada itu lebih besar dari tidak ada; dan karena itu keberadaan yang paling besar haruslah ada. Kalau Allah tidak ada, maka Allah bukanlah keberadaan terbesar yang dapat dipikirkan – namun hal ini akan berlawanan dengan definisi mengenai Allah. Argumentasi ke dua adalah argumentasi teleologis. Argumentasi teleologis mengatakan karena alam semesta mempertunjukkan desain yang begitu luar biasa, pastilah ada seorang desainer Illahi. Contohnya, kalau saja bumi lebih dekat atau lebih jauh beberapa ratus mil dari matahari, bumi ini tidak akan mampu mendukung kehidupan seperti yang ada sekarang ini. Jikalau unsur-unsur alam di atmosfir kita berbeda beberapa persen saja dari apa yang ada, semua mahluk hidup di atas bumi ini akan binasa. Kemungkinan untuk sebuah molekul protein terbentuk secara kebetulan adalah 1:10243 (yaitu angka 10 yang diikuti oleh 243 angka nol). Sebuah sel terdiri dari jutaan molekul protein.

Argumentasi logis ketiga mengenai keberadaan Allah disebut argumentasi kosmologis. Setiap akibat pasti ada penyebabnya. Alam semesta dan segala isinya adalah akibat atau hasil. Pastilah ada sesuatu yang mengakibatkan segalanya ada. Pada akhirnya, haruslah ada sesuatu yang “tidak disebabkan” yang mengakibatkan segala sesuatu ada. Sesuatu yang “tidak disebabkan” itu adalah Allah. Argumentasi keempat dikenal sebagai argumentasi moral. Setiap kebudayaan dalam sejarah selalu memiliki sejenis hukum/peraturan. Setiap orang memiliki perasaan benar dan salah. Pembunuhan, berbohong, mencuri dan imoralitas hampir selalu ditolak secara universal. Dari manakah datangnya perasaan benar dan salah ini kalau bukan dari Allah yang suci?

Sekalipun demikian, Alkitab memberitahu kita bahwa orang-orang akan menolak pengetahuan yang jelas dan tak dapat disangkal mengenai Allah, dan percaya kepada kebohongan. Roma 1:25 berseru, “Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin.” Alkitab juga memproklamirkan bahwa manusia tidak dapat berdalih untuk tidak percaya kepada Allah, “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih” (Roma 1:20).

Orang-orang menolak untuk percaya kepada Tuhan karena “tidak ilmiah” atau “karena tidak ada bukti.” Alasan sebenarnya adalah begitu orang mengaku bahwa Allah itu ada, orang sadar bahwa mereka harus bertanggung jawab untuk segala sesuatu yang dilakukan. Kalau Allah tidak ada, maka kita bisa melakukan apa saja yang kita inginkan tanpa takut kepada Tuhan yang akan menghakimi kita. Saya percaya inilah sebabnya mengapa begitu banyak orang dalam masyarakat kita yang berpegang teguh pada evolusi, yaitu untuk memberi orang-orang alternatif untuk tidak percaya kepada Allah sang Pencipta. Allah ada dan pada akhirnya setiap orang tahu bahwa Allah ada. Bahkan fakta bahwa ada orang yang begitu sengitnya berusaha menolak keberadaan Allah pada dasarnya adalah merupakan bukti keberadaanNya.
Juan Galvan* seorang Muslim Texas menceritakan pengalamannya sebelum dan sesudah mengenal Islam. Inilah kisahnya

Ketika terbang kembali ke Austin Texas, saya terkenang hari-hari sebelum masuk Islam. Saya teringat Armando, seorang Muslim Latin yang membantu saya mengenal Islam. Sambil menunjuk ke arah timur dan barat ia berkata, “Perhatikanlah apa yang telah Tuhan berikan kepada kita. Ia yang menciptakan segala sesuatu. Allah Maha Kuasa." Kala itu ia baru menunaikan shalat maghrib. Indahnya matahari terbenam masih tersimpan dalam ingatan.

“Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram," begitu Allah nyatakan dalam Al-Quran 13:28. Melihat keluar jendela, saya tersenyum lebar sambil memandang ke sekeliling. Saya telah menemukan tujuan hidup. Tujuan itu bukanlah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Penyelamat, melainkan kita harus menerima “Tuhan” sebagai Tuhan. (watch Finding Allah in Texas

Kita orang Islam mengetahui sifat dari Sang Pencipta. Dengan demikian kita dapat memahami tujuan kita diciptakan, yaitu sebagai hamba dari Sang Pencipta.

Saya dalam perjalanan pulang ke rumah untuk pertama kalinya setelah memeluk agama Islam. Orang-orang yang tidak paham Islam ada di sekeliling saya. Cathy, saudara perempuan saya yang berusia 14 tahun bertanya, "Bukankah Muhammad Tuhanmu?" "Oh, bukan," jawab saya.

Kedua orangtua, saudara laki-laki dan 5 saudara perempuan saya semuanya tinggal di Pampa Texas. Ayah dan saya saling bercanda terhadap agama masing-masing. "Mengapa kamu berdoa kepada karpet itu," tanya ayah. "Mengapa ayah memasang patung orang yang telah mati di dinding?" balas saya seraya menunjuk salib Yesus yang ada di ruang keluarga.

Hari pertama di rumah, saya shalat di kamar Cathy setelah melihat salib dan gambar-gambar sejenis di dinding rumah. Tidak ada salib atau gambar Yesus di kamarnya, namun ada poster besar bergambar Backstreet Boy's. Saya pikir itu tidak seburuk kedua berhala itu. Orangtua saya memajang patung atau gambar-gambar Yesus dan Maria di hampir setiap dinding rumah.

Hubungan saya dengan keluarga sangat baik. Keluarga Amerika keturunan Meksiko dikenal kecintaannya kepada keluarga dan agamanya.

Selama kunjungan saya ke Pampa, saya banyak menghabiskan waktu untuk berdiskusi tentang Islam. Orang-orang yang bertanya "mengapa kamu memilih agama itu" berarti ingin didakwahi. Dan saya senang menjawab pertanyaan mereka. Ayah berkata, "Ibuku seorang Katolik, dan aku akan mati sebagi seorang Katolik."

Orang Amerika keturunan Meksiko selalu beranggapan moyang mereka adalah orang Katolik Roma. Sebenarnya moyang kami di Spanyol adalah Muslim dan moyang kami di Meksiko penyembah berhala. Berpegang teguh pada sebuah agama semata karena tradisi keturunan adalah tidak masuk akal. Saya menolak untuk menjadi pengikut buta. Saya menjadi Muslim karena saya yakin Islam adalah agama yang benar.

Ketika mengunjungi keluarga, saya sering bicara tentang Islam. Jika Anda mencintai sesuatu maka Anda akan selalu membicarakannya setiap ada kesempatan. Saya berharap hal itu tidak menganggu keluarga. Saya memberi saudara laik-laki saya sebuah terjemahan al Qur'an dan buku kecil pengenalan tentang Islam. Saya mem-bookmark situs www.LatinoDakwah.org dan www.HispanicMuslims.com di komputer keluarga. Saya mengkopikan beberapa file yang berhubungan dengan Islam ke komputer mereka, berharap mereka akan membacanya.

Saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh agama Tuhan yang benar. Apakah tuhan itu ada tiga? Apakah Yesus itu Tuhan? Apakah dosa asal itu? Kita menemukan jawaban atas pertanyaan seperti itu dengan mempelajari dasar-dasar keesaan Allah, kenabian dan hari pembalasan.

Saya menghabiskan banyak wantu untuk membersihkan miskonsepsi tentang Islam. Mengapa orang Amerika tidak diberikan pemahaman yang lebih baik tentang Islam? Orang Amerika memiliki banyak perntanyaan tentang Islam. Dalam banyak kesempatan, akan sangat baik untuk mengangkat pertanyaan-pertanyaan itu ke permukaan.

Saya ingin agar saudara perempuan saya mengerti bahwa Islam tidak menindas wanita. Saya ingin menjelaskan mengapa Muslimah harus berhijab. Akhirnya saya bertanya kepadanya, "Apakah kamu tahu mengapa Muslimah berkerudung?" Dengan singkat ia menjawab, "Tidak." Awalnya saya kira ia akan menjawab, "Apa? Menurutmu aku berpakaian seperti seorang wanita jalang atau sejenisnya?"

Saya jelaskan padanya bahwa Muslim yakin wanita tidak boleh diperlakukan sebagai obyek seksual. Saya juga menjelaskan bahwa Islam seperti manajemen resiko. Laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk menundukkan pandangan.

Dalam perjalanan ke Pampa, pengamanan di bandara sangat ketat. Seorang petugas keamanan memeriksa tas saya. Ia melihat Al-Quran, buku-buku Islam, kaset-kaset Islami dan sajadah. Saya berharap itu semua tidak membuatnya ketakutan. Saya berpikir untuk melakukan shalat di bandara Austin sebelum masuk ke pesawat. Tapi saya tidak ingin membuat penumpang terkena serangan jantung.

Setelah menceritakan hal itu, saudara saya menyarakan agar saya pulang dengan membawa petunjuk instruktur penerbangan. Tak lama setelah peristiwa 11 September, ayah bertanya kepada ibu, "Ia menjerumuskan dirinya ke dalam apa?" Ibu saya menangis ketika memberikan pelukan perpisahan. Saya berusaha untuk tidak menangis. Saya berharap ibu menangis karena akan rindu bukan karena takut saya akan bergabung dengan Taliban.

Ketika saya melihat keluar jendela. Saya melihat Penhandle Texas. Saya melihat ngarai, kemudian tanah pertanian dan jalan-jalan berpasir, kemudian ngarai lagi. Saya jadi teringat pastur Dale ketika masih dalam “kesesatan”. Saat kebaktian Minggu ia berkata, "ketika saya menjadi pendeta di Hawaii, saya melihat pantai yang indah dan pohon-pohon palem sepanjang jalan menuju tempat kerja. Sekarang saya melihat bermil-mil kapas." Pastur Dale telah meninggalkan kerahiban dan kemudian menikah. Mungkin selanjutnya ia akan memeluk Islam, siapa tahu?.

Memandang keluar jendela, saya terus bersyukur kepada Allah atas ngarai, kapas dan lainnya yang telah diberikan Allah kepada kita.

*Setelah memeluk Islam, Juan Galvan, kini adalah Direktur LADO (Latino American Dawah Organization) dan mempromosikan Islam ke benua Eropa. [di/istd/hidayatullah]

Sumber: http://swaramuslim.net
Menurut tinjaun hukum logika, setelah Allah memerintahkan berdiamlah dirumahmu, lalu Allah memerintahkan kepada istri-istri Rasul apabila berhias jangan berhias secara jahiliyah. Kalau Allah melarang wanita muslim itu keluar dari rumahnya, niscaya Allah tidak akan memerintahkan larangan agar wanita muslim berhias secara jahiliyah, karena wanita yang senatiasa dirumah diperbolehkan untuk membuka auratnya seperti yang diatur pada ayat 31 surah An Nuur. Dengan demikian larangan berhias secara jahiliyah dan melakukan hiasan secara alamiah dan islami apabila wanita muslim / istri Rasul keluar rumah untuk keperluan tertentu.

Dalam Surah An Nuur ayat 30 dan 31 Allah memerintahkan pada laki-laki muslim dan perempuan muslim untuk menjaga kemaluannya dan menahan pandangan (apabila mereka bertemu, atau berada pada pertemuan yang persertannya terdiri laki-laki dan perempuan).



Jika Allah melarang wanita muslim keluar rumah, niscaya terapinya bukan menahan pandangan karena dengan menahan pandangan wanita masih bisa keluar rumah, mungkin terapi yang lebih tepat ialah melakukan pengutukan atau hukuman cambuk (hukuman pada masa Rasul yang mengakibatkan efek jerah) apabila terdapat wanita muslim keluar rumah.


Kesimpulan : Dengan Tinjauan Logika ini, telah terbukti bahwa Allah tidak melarang wanita muslim untuk melakukan kegiatan di luar rumah.

Menurut tinjauan sejarah, kebudayaan yang paling membelenggu hak asasi wanita, bersumber dari luar Islam; Seperti di Negara China, Irak, Iran (sebelum islam masuk di Negara tersebut atau sebelum Muhammad lahir) dimungkinkan saat ini masih ada peraturan ini dibelahan dunia lainnya, Namun dulu negara ini adalah negara-negara yang paling kuat memperlakukan wanita-wanita sebagai barang mainan yang dapat diperjualbelikan, dipersembahkan kepada raja seperti hidangan makanan, apabila laki-laki mengkuatirkannya, mereka tidak segan-segan menyekap dalam rumahnya, dan diperlakukan secara semena-mena, mereka tidak memiliki hak kukum untuk menuntut penganiayaan atas dirinya.

Dikutip dari
1. Buku-2 Pemikiran Islam Ilmiah Menjawab Tantangan Zaman
2. Buletin Ulul Albab No.09/Th II/September
Dari tinjauan secara tekstual dan kontekstual, istilah Diam bila diartikan tidak boleh keluar, sehingga melahirkan ukum haram bagi wanita yang keluar rumah, merupakan penafsiran yang keliru. Istilah berdiamlah tidak sama dengan “jangan keluar rumah”. Sebagai contohnya: Ketika saya melihat seorang teman tidak “kerasan” (senang) tinggal di rumahnya, dikarenakan konflik keluarga yang tidak kunjung berakhir, kemudian saya mencoba memberikan jalan keluar dengan mengatakan “berdiamlah dirumahku saja untuk sementara waktu” apakah kalimat “berdiamlah dirumahku saja sementara waktu” dapat diartiakan sebagai anjuran agar teman saya tidak boleh keluar rumahku ?.

Menurut Purwadaminta istilah diam memiliki 2 arti yaitu:
1. Tidak berbunyi
2. Berumah, Bertempat Tinggal
Kalau kita tinjau dengan ilmu sematik, orang yang bertempat tinggal pada suatu rumah, yaitu orang yang menjadikan suatu tempat sebagai pusat kegiatan dan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dimana orang tersebut bisa melakukan tidur, memasak, belajar, belanja, dan bercengkrama dengan keluarga, untuk memenuhi kebutuhan tersebut rumah tempat tinggalnya tidak mampu lagi menyediakannya, sehingga penghuninya keluar rumah, mencari bahan-bahan masakan dipasar, mencari ilmu pengetahuan di sekolah, bahkan terkadang membantu pekerjaan suami, baik sebagai pengusaha besar atau kecil.

Sedangkan arti sidak boleh keluar rumah, ialah orang yang bertempat tinggal pada sebuah rumah, kemudian mereka tidak keluar walaupunke pekarangannya, mereka hanya memiliki kebebasan seluas rumahnya, apabila mereka memiliki rumah yang besar kebebasannya agak luas, namun jika mereka hanya memiliki rumah kecil semisal luasnya 2x3 : 3x4 (di Indonesia rumah seperti ini adalah hal yang terlihat sewajarnya) yang dihuni oleh empat sampai lima orang, kamar tidur, ruang tamu, dapur menjadi satu, bahkan WC-nya menjadi satu dengan tetangga yang lain, Apabila wanita muslim tidak boleh keluar rumah tidak ubahnya mereka seperti politikus yang terkena tahanan rumah. Sedangkan keluarga lelakinya seperti militer yang menjaga kebebasan mereka.
Kesimpulan : “Berdiamlah di rumah tidak sama dengan jangan keluar rumah”

“Dan hendaklah kamu tetap tinggal dirumahmu dan jangan kamu berhias sebagatmana hiasan jahiliyah yang terdahulu…“(QS Al Ahzab 33)

Dengan dalil tersebut banyak umat islam yang memberikan kesimpulan bahwa Allah melarang wanita muslim untuk keluar rumah.

Mereka melarang wanita muslim pergi ke pasar, belanja memenuhi kebutuhan rumah tangganya, mengikuti kegiatan seminar, berpacu dalam lapangan ekonomi dan berpartisipasi dalam perjuangan menegakkan kebenaran.

Tugas wanita muslim hanya menyangkut masalah ke-rumahtangga-an, seperti mendidik anak, mencuci, membersihkan rumah, melayani kebutuhan suami, kegiatan-kegiatan yang prinsipnya di dalam rumah. Benarkah bahwa ajaran tersebut bersumber dari Allah dan Rasul Nya? Apakah mereka tidak keliru dalam menafsirkan ayat tersebut ?.

Karena keliruan dalam menafsirkan ayat-ayat Allah tidak jarang terjadi menimpa para muffassirin, sehingga mereka menyamakan antara Al Quran dengan penafsiran Al Quran. Pada masa sekarang ini penafsiran Al Quran dikatakan ilmu-ilmu Al Quran. Pada ilmu Al Quran suatu kekeliruan merupakan hal yang wajar. Oleh karena itu untuk memahami pemecahan tersebut, penulis mencoba memberikan alternative pemecahan.

Sentralisasi pemahaman wanita tidak boleh keluar rumah bersumber dari penafsiran istilah oleh Departemen Agama Republik Indonesia ditafsirkan atau diterjemahkan. Berwal dari “Tetaplah”, dan pada perkembangannya penafsiran diterjemahkan menjadi “Tidak Boleh Keluar”. Jadi artinya ayat tersebut menjadi “Hendaklah kamu jangan keluar rumah …” Istilah tersebut menurut Prof. TM Hasbi Ash Shidiqi dalam tafsirnya Al Bayaan diartikan “Berdiamlah”. Menurut Prof. Buya Hamka dalam tafsirnya Al Azhaar istialh tersebut diartikan “Menetaplah”. Menurut Ahmad Mustafa Al Maraghi dalam tafsirnya Al Maraghi pada penjelasan ilmiahnya menafsirkan pengertian tersebut adalah “Tinggallah”. Menurut tinjauan Etimologinya (asal katanya) istilah berdiamlah, menetaplah, berasal dari kata diam, menetap, artinya Tinggal, dan kalimat Diam di tempat itu berarti menetaplah di tempat itu atau pada pekerjaan itu.

Kesimpulan : Pengertian ayat tersebut secara bahasa ialah menetap berdiam, bertempat tinggal. Sedangkan pengertian kontekstualnya ayat tersebut berkaitan dengan ayat sebelumnya, khususnya pada ayat ke-28, dimana Allah menyuruh Nabi Muhammad untuk mencerai istrinya, karena mereka menuntut harta kekayaan secara lebih, dimana pada saat itu keperluan harta umat Islam lebih diarahkan pada perjuangan Rasullulah, Untuk menegakkan Islam, Kekeliruan sifat istri Rasulullah itu diantaranya karena istri Beliau sering tidak menetap dirumah Beliau, Istilah dalam bahasa jawa “Sering Sonjo” dari seringnya sonjo itulah, tanpa disadari pengaruh negatif masuk dalam di alam sadar istri Beliau. Dan karena sebab itu untuk menerapinya salah satunya dengan memintah istri Beliau senantiasa untuk menetap di Rumahnya, kecuali keperluaan yang menyelesaiannya di luar rumah.

Ada beberapa kejadian yang mungkin jarang kita dalami tentang Nabi Muhammmad S.A.W dan saya tertarik dengan hal itu sehingga saya berusaha menshare ke saudara sekaligus memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW... Dalam sebuah teori antropologi mengatakan bahwa "Salah satu faktor pembentuk nilai dari individu adalah lingkungan hidup individu tersebut". 

 Muhammad lahir di lingkungan quraisy arab yang paganis,pemabuk,sexbebas, suka berperang,dsb sebagai hal yang biasa dan sebagai moralitas bangsa Arab. Tapi setelah beliau lahir beliau dititipkan seorang ibu di desa arab untuk disusui dan dibesarkan dengan karakter santun khas orang desa, lalu di kembalikan ke keluarganya di asuh lama oleh kakek dan pamanya yang seorang pedagang dan salah satu orang terpandang di mekkah dengan karakter diplomatis yang kental dan sebelum umur 20 tahun dia di juluki oleh pettinggi quraisy sebagai Al-Amin. 

 Ditahun remajanya beliau bekerja membantu pamannya dan meneruskan profesi keluarganya sebagai pedagang hingga beliau di umur 25 bertemu Khodijah (janda kaya raya) dan bekerja sama sehingga dipercayai sebagai pengembang dagangan khodijah di luar mekkkah, dan tak lama mereka menikah dan karuniai anak 4 orang putra dan 3 putri. 

 Diawal pernikahan mereka, bisnis mereka maju pesat tapi beliau masih dirundung kesedihan karena beberapa anak-anak beliau menderita sakit dan meninggal, yang membuat beliau sangat bersedih adalah ketika putra kesayangan beliau bernama ibrahim sakit keras, beliau berusaha kemana-mana untuk menyembuhkannya tapi tetap tidak tertolong, didalam kesedihan yang sangat beliau melihat masyarakat quraisy sering meminta pertolongan kepada patung-patung dan pusat patung yang paling bagus berada di ka'bah. 

 Di sela mencari pengobatan putranya beliau menyempatkan diri untuk berkunjung ke ka'bah untuk berdoa, saat dia berkunjung ke ka'bah di sana beliau mendapati rombongan orang yang bukan penduduk asli mekkah juga berdoa dengan melakukan ritual yang berbeda.mereka adalah kaum ibrani ( pemegang teguh ajaran ibrahim) yang berziarah ke makam ibrahim(pendiri ka'bah dan Rasul mereka). Beliau bertanya kepada salah satu dari mereka dan bedialog, Beliau baru mengetahui mengapa cara berdoa kaum ibrani dan kaum quraisy berbeda. 

Muhammad pun mulai tertarik akan banyaknya perbedaan tersebut dan terus memikirkannya, tak lama ibrahim putra beliau meninggal. beliau sangat bersedih dan beliau pun mengadu ke pada salah satu patung yang disegani oleh kaum quraisy di ka'bah selama beberapa hari. sekeras apapun beliau mengadu tak ada apapun yang terjadi dan beberapa orang menganggapnya telah gila karena membentak-bentak patung berhari-hari, beliau pun kembali teringat dialog dengan kaum ibrani dan kembali memikirkan siapa yang di panggil oleh kaum ibrani sebagai Tuhan. 

 Pertanyaan tentang.... Apakah sama patung ini dengan Tuhan yang disebut kaum ibrani ?, Quraisy pun mengenal Tuhan tapi kenapa mereka berdoa kepada patung ?, Kenapa quraisy suka menyebah patung,benci balita perempuan, sexbebas,dsb sedangkan ibrani tidak ?, Kenapa berbeda, kenapa seperti ini ?, Bisakah Patung ini mempuyai andil dalam terjadinya siang malam, padahal jika dia terjatuh maka dia akan pecah ?, Kenapa ada siang dan terasa panas dan malam semua orang tertidur ?, Saya ini apa dan siapa sebenarnya saya ? lalu Apa dan siapa sebenarnya Tuhan itu ?, Banyak pertanyaan yang ingin beliau temukan, Beliau berdialog dengan orang lain tapi jawabannya hanya tradisi dan penjelasan yang tak jelas yang beliau dapatkan,beliau terus memikirkannya secara tak sadar beliau mengasingkan diri keluar kota dan bermalam di gua,ketika pulang beliau berdialog dengan istrinya. melihat keadaan beliau khodijah merasa iba dan berusaha menghibur dan mengantikan tugas beliau untuk berdagang, sesekali membawakan makanan untuk beliau di gua(hira). 

 Di tepi keterputusasaan karena belum ada jabawan apa yang tepat dari pertanyaan semua ini... turunlah Jibril dengan surat Al-Alaq ( Sebuah Revolusi Pengetahuan dan Sebuah Revolusi Moral ). Beliau berlari karena ketakutan dan menceritakan kepada istrinya, mendegar cerita tersebut Khodijah membawa Muhammad kepada Pendeta kenalannya dan mengetahui bahwa suaminya adalah utusan tuhan yang terakhir setelah Almasih yang di ceritakan di injil (zaman dahulu) yang bernama Ahmad. (Dikutip dari berbagai sumber) 

3, Ijtihad dari ringkasan tersebut dapat kita ambil spiritnya bahwa: Pertolongan Allah sangatlah dekat dengan hambanya. 

Sesuatu yang tak terlihat bukan berarti sesuatu itu tak ada. Keteguhan iman seseorang akan lahir dari proses pencarian pengetahuan. Muhammad adalah manusia biasa yang memikirkan keadaan masyarakatnya. Sebuah kebenaran takkan berkurang nilainya walaupun semua orang mengingkarinya. Salah satu faktor kemenangan Muhammad adalah dengan kekuatan Ekonomi dan Diplomasi. Semua Kebenaran datangnya dari Allah dan kesalahan datangnya dari diri saya sendiri, Semoga Bermanfaat.

Pengertian IMAN secara bahasa artinya PERCAYA,
"Sedangkan tiap-tiap kepercayaan yang logis senantiasa didasari oleh tahu,
ketahu-an atau pengetahuan, Baik secara langsung maupun tidak langsung."

Sangat tidak logis bahkan mustahil suatu kepercayaan tidak didasari oleh pengetahuan.

Contohnya yaitu: seseorang yang tidak percaya bahwa manusia dapat ke bulan, ketika ditanya apa alasan sampai tidak percaya bahwa manusia dapat ke bulan, orang tersebut menjawab tidak tahu. Sebaliknya seseorang yang percaya bahwa manusia bisa ke bulan, ketika ditanya apa alasannya orang tersebut menjawab tidak tahu.

Logikanya tidak tahu pasti melahirkan ketidaktahuan, tahu melahirkan pengetahuan, mustahil ketidaktahuan melahirkan ketahuan / pengetahuan atau tahu melahirkan ketidaktahuan.
Orang yang memaksakan suatu keilmuan tanpa pengetahuan, tidak ubahnya seperti orang yang terkena penyakit gila.

Ciri orang yang terkena penyakit gila ialah: mudah mengeluarkan kepercayaan-kepercayaan dalam bentuk ucapan tanpa didasari oleh pengetahuan / sains.

Kata iman sifatnya masih umum, oleh karena itu dapat dikembangkan dalam berbagai sub-sub keimanan.

Pada istilah hadist atau fiqih, dikatakan iman itu memiliki berbagai cabang.
Sebagai contoh seseorang yang mengimani alam, memiliki berbagai sisi antara lain mengimani keberadaannya, sebab yang mengadakannya, isinya, sifat-sifatnya, masing-masing isi sifatnya, interaksi pada integrasinya, fungsi-fungsinya, dsb.

Jadi pengetahuan adalah ibu yang melahirkan zygot keimanan.

Seseorang yang memiliki pengetahuan dan megimani pengetahuannya secara alamiah akan mendapatkan keharusan untuk melaksanakan keimanannya, baik yang bersifat percaya maupun tidak percaya.

Sebagai contoh seseorang yang mempercayai orang lain sebagai ayahnya atau ibunya, baik direkturnya atau mungkin musuhnya; diatas kepercayaan tersebut orang yang bersangkutan harus melakukan keharusan-keharusan,
misalnya apabila orang tersebut mempercayai orang lain sebagai ibunya, niscaya ia tidk boleh mengawininya, melainkan wajib menghormatinya dan berhak atasnya harta waris.
Meskipun tidak buku dengan cara apa pun merujuk pada al-Sanusi sendiri atau membuat klaim apapun untuknya, itu harus mengarah pada kesimpulan bahwa ia adalah peringkat tertinggi, juga diberikan penghormatan yang kita tahu itu diberikan kepadanya dan yang ia tampaknya telah mengundang dari rekan-rekannya. Juga, presentasi teori-teorinya dalam argumentasi Bughya dan mendukung qabd akan menunjuk ke arah ini. Namun demikian, terlihat bagaimana ia menyajikan argumentasi ini. Dia tidak mengatakan bahwa Malik adalah menguntungkan salah dalam cara alternatif doa. Sebaliknya, ia mengklaim bahwa al-Syafi'i dan Malik itu sebenarnya setuju bahwa qabd adalah metode yang disukai. Dengan demikian, empat madzhab dengan suara bulat, dan praktek yang berbeda Maliki adalah inovasi kemudian diperkenalkan oleh salah satu siswa Malik.

Beberapa penulis Mesir menyerang al-Sanusi dan ide-idenya (dan orang-orang dari rekan-rekannya Ibn Idris dan al-Mirghani) pada ijtihad. [13] Satu poin penting dalam perdebatan mereka adalah tempat yang diberikan kepada para imam, para pendiri madzhab. Al-Sanusi lagi dan lagi menekankan bahwa sementara ini adalah teladan kebajikan dan puncak pengetahuan, bahkan mereka terus-menerus menekankan falibilitas mereka sendiri, dan kebutuhan untuk menguji pandangan-pandangan mereka terhadap Quran dan Sunnah. Oposisi Mesir menyatakan, bahwa para imam diberikan pengetahuan mereka oleh supra-manusia berarti, dengan inspirasi langsung dari Nabi. Ini adalah dasar sehingga penolakan mereka terhadap kemungkinan generasi kemudian mempertanyakan pandangan para imam, dan kebutuhan untuk meniru mereka.

The ijtihad perdebatan, sebagai al-Sanusi mengambil bagian di dalamnya, jelas perdebatan internasional. Hal ini didasarkan pada jaringan jaringan ideashow dekat masih harus dilihat, tapi jelas sebuah hubungan dari learningspanning dari India ke Maroko, dan salah satu faktor geografis di mana tampaknya layak menjadi salah satu studi lebih lanjut. Karena itu, pandangan bahwa al-Sanusi yang diajukan baik berdasarkan teori Hukum Islam dan pada praktik ritual, bukan hasil dari paroki Sahara Badui, tetapi tanggapan umum perlunya reinvigoration pemikiran hukum Islam.
Hal ini tidak diizinkan untuk meniru seorang imam dalam sebuah pertanyaan di mana genggaman imam lemah. Dan bahkan jika ia mengikuti dia dalam hal-hal lain, Maliki tidak diizinkan untuk meniru Malik dalam penghakiman di mana pengetahuan Malik itu adalah lemah, dan hanya untuk menirunya dalam hal-hal di mana bukti yang menyenangkan atau bukti lebih kuat daripada bukti-bukti dari orang lain . [11]

Namun, pandangannya tidak untuk menolak taqlid sepenuhnya dan menggantinya dengan penafsiran masing-masing individu sarjana. Pada bagian akhir bukunya, ia malah perdebatan berbagai tingkatan ijtihad dikenal ilmu tentang Prinsip Hukum dan persyaratan seorang ilmuwan harus memenuhi untuk mempekerjakan penafsiran di tiap tingkat. Hanya yang paling berpengetahuan mungkin ulama "bebas" mujtahid; sebagai kompetensi berkurang, cendekiawan diperlukan lebih dan lebih untuk membatasi diri pada Fakultas Hukum tertentu dan untuk meniru para pendiri atau penguasa yang Sekolah. Jadi satu mungkin telah (kurang lengkap) penafsiran dalam masing-masing sekolah serta yang lebih lengkap melampaui satu "belenggu" dari Sekolah. Untuk seseorang yang tidak memiliki pengetahuan yang diperlukan dan dapat melampirkan dirinya untuk seorang sarjana atau pendapat yang ada didasarkan pada pengetahuan seperti itu, imitasi diperlukan, seperti interpretasi dalam kasus sebaliknya.

Tidak pandangan ini maupun para penataan berbagai tingkatan penafsiran mungkin sangat baru atau radikal. Namun, al-Sanusi berpendapat bahwa itu bukan diskusi sejarah. Selain itu, katanya, ada perbedaan antara imitasi dan kesesuaian (ittiba ') kepada ulama awal. Mereka tidak boleh bingung, sehingga yang terakhir ditolak bersama dengan mantan.

Sebuah pandangan bahwa dengan pembenaran dapat disebut liberal (atau mungkin pluralis) adalah desakan mengklaim bahwa seorang Muslim menjadi kafir adalah suatu kesalahan, mengutip Tradisi yang terkenal, "Ketika seorang Muslim panggilan seorang Muslim orang yang tidak beriman, maka salah satu dari mereka adalah orang yang tidak beriman "(atau," ketidakpercayaan akan kembali kepada salah satu dari dua "). [12]
Melanjutkan studi
Unsur-unsur yang paling penting dari pekerjaan harus berada di tempat ia membahas persyaratan mujtahid, dan tingkat ijtihad dalam sekolah-sekolah hukum, dan di belakang mereka; masih harus dipelajari. Jelas ada perbedaan antara mujtahid Mutlaq (atau mustaqill, al-Sanusi tampaknya menggunakan istilah mantan lebih luas), dan para mujtahid fi 'l-mazhab. Namun, semua pasti ada di setiap masa.
Jadi, Bughya menyajikan trilogi fiqh yang berkembang dalam metodologi dan praktik penafsiran. Pertama, ada bagian tentang teori ijtihad dan mengapa itu adalah mungkin dan diperlukan untuk bekerja dengan menggunakan ijtihad dalam beberapa keadaan tertentu. Ijtihad di sini disajikan sebagai bekerja secara langsung pada sumber-sumber dogma, khususnya hadis. Kemudian, sebuah bagian menempatkan teori ini dalam praktek, oleh sepuluh ini memang membahas masalah-masalah dalam hadits dan ketiga bagian di mana pandangan-pandangannya yang didukung oleh otoritas kemudian sarjana, tapi sekali lagi berkonsentrasi pada hadits tentang masalah ini dan bagaimana kemudian penulis membahasnya , bukan sekadar menampilkan penulis ini pandangan, membiarkan mereka menjadi otoritas tunggal untuk latihan.
Topik dari Iqaz
Terpanjang dan paling kerja secara terperinci oleh al-Sanusi pada ijtihad dengan demikian adalah panjang penuh diskusi di Iqaz al-wasnan fi 'l-'amal Bil-hadits wal-Qur `an. Pekerjaan berisi pengenalan yang panjang, mengambil sekitar sepertiga dari buku, dan tiga bab tentang hadis, ijtihad dan taqlid.

Kebanyakan dari pengenalan adalah kutipan dari Ibnu luas Taymiya, berisi sebagian besar yang terakhir Raf 'al-malam' an al-a `immat al-a'lam. [9] Di dalamnya, Ibnu Taymiya membahas kekeliruan dari kedua pendiri Sekolah Hukum, para imam, dan yang lain berwenang awal Islam. Sebagai "tidak diperbolehkan bagi siapa pun untuk percaya bahwa salah satu imam yang umumnya diterima oleh masyarakat akan menerima akan melawan Nabi, semoga berkah dan kedamaian dari Allah kepadanya, dalam Sunnah dalam hal-hal kecil atau besar", Sunah harus menang. "Jika ditemukan bagi siapa pun dari mereka pendapat yang Tradisi Sound telah ditemukan yang bertentangan dengan itu, maka tidak ada keraguan bahwa ia harus memaafkan diri dan meninggalkannya". [10] Ia daftar sepuluh alasan mengapa hal ini bisa terjadi dan imam mungkin aturan yang melarang Tradisi suara. Yang paling umum adalah jelas bahwa dia tidak tahu itu; "Allah tidak akan dikenakan biaya satu kepada siapa tidak Traditionhas ditransmisikan dengan berlatih sesuai dengan itu ... Dan tidak ada seorang pun yang mampu sepenuhnya terendam dalam Sunnah". Alasan lain bisa menganggap bahwa imam Tradisi menjadi lemah atau dibatalkan, atau bahwa ia tidak mengerti, atau menganggap bahwa hal itu tidak berkaitan dengan masalah pada masalah, atau sekadar bahwa ia telah lupa.

Dia mendukung masing-masing titik-titik ini dengan mengacu pada suatu Tradisi. Jadi bahkan mendapat petunjuk khalifah yang sempurna ketika harus mengetahui hadis Nabi, dan kadang-kadang dinilai bertentangan dengan mereka. Oleh karena itu benar untuk kemudian penguasa seperti Muawiyah untuk mengabaikan hukum dari 'Umar dan menggunakan Tradisi, ketika ia lebih tahu.

Dengan cara ini, al-pertanyaan Sanusi ketergantungan mutlak baik di Sekolah Hukum dan pada koleksi enam ortodoks, dan berpendapat untuk evaluasi kritis terhadap keduanya.

Tradisi Menggunakan jelas merupakan kunci untuk penafsiran, seperti yang sedekat mungkin dengan wahyu sebagai salah satu bisa. Dia mengatakan bahwa "bukti-bukti dari Quran dan Sunnah adalah satu" dan bahwa mereka harus diberi diutamakan daripada pandangan dari setiap mujtahid atau ulama, bahkan "lebih memilih yang lemah di atas analogi dan Tradisi (individu) pendapat".
Sebelum kita mengandaikan bahwa mereka memang membentuk tradisi bersama untuk ijtihad, kita harus, bagaimanapun, menunjukkan bahwa konsep ijtihad mereka serupa. Fakta bahwa mereka memang membuat klaim ini, dan bahwa mereka tahu tentang satu sama lain dan bersama guru, dan mungkin belajar dari satu sama lain, hanya dapat indikasi. Dengan demikian, studi tentang teks-teks diperlukan, dan khususnya studi tentang bagaimana penulis ini dikandung ijtihad, bagaimana berbagai tingkat kebebasan dalam penafsiran itu terstruktur, dan apa jenis ijtihad mereka mengklaim itu mungkin dan diperlukan, dan yang mereka diklaim untuk themself.

Menyangkut kepentingan saya sendiri salah satu yang disebutkan penulis, Muhammad b. 'Ali al-Sanusi. [5] Studi saya tulisannya ijtihad masih hanya dalam tahap awal, dan pada saat ini aku hanya memiliki kerangka umum jenis-jenis pertanyaan yang dimasukkan dalam pembahasan ijtihad. Apa berikut, dengan demikian terutama ikhtisar yang harus diisi dengan konten nyata sebagai hasil studi. Namun mungkin, mudah-mudahan, memberikan indikasi tentang apa yang mungkin mengikuti.
Al-Sanusi
Pendiri gerakan Sanusi dilahirkan di Maghreb, di luar Mustaghanim di barat Aljazair, pada tahun 1787 dan mempelajari mata pelajaran seperti Sufisme, Hukum dll, pertama di universitas Qarawiyin Fez dan kemudian di Kairo dan Mekkah. Dalam hukum, ia belajar dengan mufti dari semua empat sekolah hukum, dan dalam otobiografi, ia tampaknya tidak mendukung mufti mazhab Maliki sendiri atas yang lain, mungkin lebih sebaliknya. Ia juga belajar dengan sejumlah pemimpin sufi, sufi mengumpulkan Cara dan menggantikannya lebih eleveated rantai untuk yang lebih kecil di Jalan ketika ia bertemu initiatiors baru di sepanjang perjalanannya.

Pengaruh yang paling besar adalah sesama guru Maroko Ahmad b. Idris (1750-1837), [6] dan dalam tasawuf, al-Sanusi's Way menjadi bahwa Ibn Idris. Namun, al-Sanusi dalam tulisan-tulisannya kebanyakan sufi tetap kepentingan dan identitas terpisah dari karya ilmiah. Ketika ia menulis tentang fiqh dan sejarah, ia menulis dengan cara para ulama pada zamannya, berdebat dengan kutipan bukan oleh otoritas pribadi, sangat tidak seperti misalnya gaya tuannya Ibnu Idris, yang tulisan-tulisan (sebenarnya kuliah) dalam fikih tampaknya sangat dipengaruhi oleh pengalaman Sufi.

Al-Sanusi dilaporkan telah menulis sejumlah besar buku. Jumlah total judul kita tahu agak lebih dari 50; [7] Namun, bagi banyak dari mereka kita tidak memiliki pengetahuan kecuali untuk listing di sebuah bibliografi atau sebuah biografi; beberapa judul mungkin berbeda untuk pekerjaan yang sama. Kami hanya memiliki teks dari sepuluh karya, dengan beberapa fragmen dari beberapa orang lain. Di antara yang hilang, dan yang pasti kita ketahui keberadaannya karena kutipan penulis lain dari mereka, adalah dua fahrasas utama, yang Shumus al-shariqa dan Budur al-Safira.

Dari sepuluh, tiga berada di wilayah umum Undang-Undang. Mereka adalah Shifa `al-Sadr, yang Iqaz al-wasnan dan Bughyat al-maqasid fi khulasat al-marasid. [8]

Pertama dan terkecil adalah suatu diskusi mengenai metode yang benar dalam beberapa aspek doa, khususnya masalah qabd, yang menggenggam tangan di dada dalam doa. Di sini, al-Sanusi menolak Maliki standar cara berdoa dengan tangan sepanjang sisi, dan bersikeras bahwa qabd, seperti yang dipraktikkan oleh Shafi'is, adalah metode yang benar. Ini adalah metode sehingga doa yang digunakan oleh para pengikut dari Sanusi persaudaraan, dan demarkasi yang jelas untuk lingkungan Maliki mereka biasanya bekerja masuk

Pekerjaan kedua, yang Bughya, adalah singkatan dan kompilasi dari tiga karya Hukum, lagi-lagi tentang berbagai elemen metode doa. Bagian pertama dari Bughya didasarkan pada Iqaz al-wasnan - sebuah karya tentang teori - yang kedua pada kerja kita tidak lagi memiliki yang asli, di mana hadits pada hal-hal dalam pertanyaan tersebut dipaparkan dan didiskusikan secara langsung (tidak membawa apa yang kemudian ulama mengatakan), dan yang ketiga, yang didasarkan pada Shifa ', di mana titik utama perdebatan adalah presentasi dari pandangan-pandangan para sarjana ini dari periode kemudian.
Salah satu topik penting untuk diskusi dalam teori hukum Islam adalah hak untuk ijtihad, diterjemahkan dengan bebas sebagai "interpretasi", atau lebih tepatnya, "bekerja dengan sumber dogma". Dari empat basa standar yang dibangun Hukum Islam, threethe Quran, Sunah dan ijma 'adalah mudah untuk mengidentifikasi. Tapi yang keempat telah diidentifikasi dengan berbagai istilah dengan makna yang berbeda secara luas, seperti qiyas, ra `y, ijtihad dan sebaliknya. Dalam perbedaan ini terletak jauh dari dinamika perdebatan dalam Hukum Islam.

Pendapat umum baik di kalangan sejarawan Muslim Hukum dan sarjana Barat telah bahwa hak untuk menggunakan penilaian independen tentang sumber-sumber dogma terputus di suatu Islam Sunni pada abad kesepuluh, atau mungkin satu atau dua ratus tahun kemudian. [1] Hal ini tercakup dalam istilah, "penutupan pintu ijtihad". Recent beasiswa, terutama oleh Wael Hallaq, tetapi juga oleh W. Montgomery Watt, telah menunjukkan bahwa hal ini tidak benar. [2] Sebenarnya, pintu tidak pernah sepenuhnya tertutup, istilah ini hanya digunakan sebagai pandangan mayoritas di kalangan sarjana Islam. Ada juga selalu minoritas yang menyatakan bahwa penutupan pintu yang salah, dan berkualifikasi sarjana yang baik harus memiliki hak untuk melakukan ijtihad, pada setiap saat, tidak hanya sampai empat sekolah hukum itu ditetapkan.

Pentingnya ini tidak dapat cukup ditekankan. Itu jelas ditunjukkan oleh jumlah teoretisi yang dari posisi yang berbeda telah meminta "pembukaan kembali" selama 150 tahun terakhir. Hal ini jelas menjadi titik standar pada siapa saja yang ingin agenda untuk reformasi pemikiran Islam di zaman kita, meskipun beberapa konsekuensi yang lebih pemodernisasi telah menolak ijtihad sebagai untuk ketat untuk pembaruan lengkap yang diperlukan untuk pemikiran Islam periode modern. [3]

Pentingnya bahwa ijtihad telah dalam perdebatan modern ini, berasal dari kemungkinan hal itu mungkin memberikan mengarahkan arah baru bagi Islam dan Hukum Islam, kursus yang tetap di dalam batas wilayah tradisi Islam, tetapi pada saat yang sama menghindari kebutaan hanya meniru sebelumnya sarjana, tanpa mempertimbangkan perubahan kondisi masyarakat. Dengan kata lain, baik untuk modernis dan Islamis, ijtihad merupakan prasyarat bagi kelangsungan Islam di dunia modern.

Dilihat pada ijtihad ini sehingga memiliki "utilitarian" aspek. Mereka berasal dari kesadaran bahwa peniruan, taqlid hanya tidak lagi menjadi pilihan. Pertanyaan utama mereka adalah, tentu saja, seperti yang diajukan oleh Abdullahi an-Na'im, apakah ijtihad cukup memungkinkan ruang untuk reinterpretasi untuk itu berguna bagi masuknya Hukum Islam dalam masyarakat modern. Selalu ada bahaya bahwa jika ijtihad dalam bentuk tradisional tidak cukup untuk kebutuhan yang diperlukan, ini diperluas dan berubah menjadi sesuatu yang agak longgar daripada apa yang Suyuti dan usianya mungkin mengenali sebagai ijtihad.
Sebuah tradisi untuk ijtihad
Hal ini menunjukkan perlunya studi lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan ijtihad oleh berbagai penulis dan arus. Ini juga akan berguna untuk menempatkan diskusi ini dalam arus yang mendahului modernis / Eropa yang diilhami diskusi, mencoba untuk meminimalkan pengaruh dari luar traditon Islam itu sendiri.

Ada semacam tradisi yang cocok untuk semacam studi. Satu dapat menelusuri garis penulis Islam dari abad ke-17 ke Muhammad Abduh, yang menekankan pada perdebatan ini dan menyatakan bahwa gerbang ijtihad tidak dapat ditutup. Titik awal untuk baris ini dapat menyarankan dengan Syah Waliyullah Al-Dihlawi, dan mungkin termasuk penulis seperti Muhammad b. Ali al-Syawkam, Muhammad bin 'Abd al-Wahhab, Ahmad b. Idris, Muhammad b. 'Ali al-Sanusi dan siswa mereka. [4] Semua ini menuntut hak untuk ijtihad, dan semua menulis buku tentang subjek ini, seperti yang dilakukan beberapa siswa utama dari beberapa dari mereka.

Para penulis ini memiliki beberapa karakteristik yang paling menonjol adalah mereka yang link ke pinggiran Islam, baik dengan menjadi dari negeri-negeri yang jauh seperti India atau Yaman, atau dengan membangun gerakan di daerah-daerah gurun marjinal sosial seperti Cyrenaica dan Najd. Mereka juga memiliki titik kontak umum di Makkah dan Hijaz, dan dapat dengan mudah menunjukkan bahwa mereka memang milik jaringan yang umum sarjana dengan pusat Hijazi-Yaman.
Sembilan bulan yang lalu, sekitar 100 unik Delawareans berbagi pengalaman spiritual dan budaya. Mereka berpartisipasi dalam dialog tentang peran iman di Timur Tengah dan masyarakat Amerika. Sebuah delegasi Islam dan para ahli ilmu sosial dari Arab Saudi dan Mesir, bergabung dengan dua belas pemimpin dari berbagai komunitas iman - Katolik, Yahudi, Methodist, Islam, Hindu, Presbiterian dan Christian Fellowship - untuk terlibat dalam percakapan yang tidak difokuskan pada kesamaan dari iman mereka juga tidak pada perbedaan. Mereka bukannya merayakan peran yang dimainkan iman mereka dalam hidup mereka dan dalam kehidupan komunitas mereka.

Acara ini diselenggarakan oleh Gereja Presbyterian Westminster, komunitas orang percaya yang mengambil petunjuk dalam memahami Islam dan mengulurkan tangan untuk umat Islam. Saya mendapat kehormatan moderator acara ini dan saya bisa bersaksi tanpa ragu-ragu bahwa itu memang pengalaman mengaduk.

Duta besar warga negara selama tiga minggu tur di Amerika Serikat, dikoordinir oleh University of Delaware, Amerika terlibat sarjana, pemimpin agama, para pembuat kebijakan, dan mahasiswa untuk mengeksplorasi peran peningkatan iman dalam masyarakat kita. Mereka berusaha untuk berbagi dan menjelaskan pentingnya Islam dalam kehidupan mereka. Islam muslim merupakan individu dan identitas kolektif. Ini mendukung sosial dan politik mereka norma-norma dan secara umum bingkai tujuan hidup mereka. Hal ini terlihat dari pernyataan bahwa pengunjung dibuat.

Tetapi mereka juga menekankan keragaman pendapat dan praktek dalam masyarakat Muslim. Mereka mengakui adanya ketegangan tajam dan radikal dalam masyarakat Muslim hari ini, tapi mereka juga mengingatkan kepada para hadirin yang mayoritas Muslim mengikuti jalan tengah yang moderat.

Dua dari para ulama adalah dari kota suci Mekkah dan mereka berbicara tentang keragaman budaya, teologis keragaman dan moderasi dalam agama yang begitu khas dari Mekkah. Mereka mengeluh bahwa sekarang sedang dibayangi oleh lebih keras dan tidak toleran interpretasi Islam, yang dikenal secara luas sebagai Wahabism. Pesan yang berlebihan mereka sederhana - hanya ada satu Allah, setiap agama mengakui hal ini, dan bahwa Allah adalah Great.

Ulama Mesir menekankan pentingnya keadilan dan kesetaraan dalam hubungan Muslim-AS. Mereka menyatakan kesedihan atas kesulitan dengan kebijakan luar negeri AS, mengutuk ekstrimisme dan intoleransi di mana-mana dan meminta Amerika untuk tidak hanya bertujuan untuk toleransi tapi untuk saling menghormati.

Para ulama bertemu dengan beberapa kelompok di lembah Delaware. Di University of Delaware mereka bertemu dengan sekelompok besar siswa dan mendiskusikan ekonomi dan realitas sosial Dunia Muslim. Mereka bertemu dengan berbagai kelompok dari fakultas Universitas yang menantang mereka tentang kebangkitan ekstrimisme dan intoleransi dalam budaya Arab. Di Philadelphia mereka bertemu dengan anggota Foreign Policy Research Institute, di mana terjadi sebuah diskusi intensif tentang berbagai topik termasuk anti-Semitisme dan Anti-Amerikanisme di Dunia Arab, Arab kebencian di Israel dan Islamofobia di Barat.

Para ulama juga memiliki eksposur ke kombinasi memabukkan rahmat, kekayaan, dan kekuasaan ketika mereka diselenggarakan oleh Dewan Urusan Dunia Wilmington. Percakapan di konsili dimulai dengan intim tête-à-tête selama makan malam dan memuncak dengan jujur dan kadang-kadang bergerak percakapan pada hubungan Muslim-AS. Kemudian salah satu pengunjung mengatakan bahwa ia sekarang mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari apa yang membuat Amerika seperti kekuasaan di dunia.

Perhentian terakhir berada di Masjid Ibrahim, masjid terbesar di Delaware. Di sini para pengunjung mencoba untuk kuliah di Delawarean Muslim tentang pentingnya inklusifitas dan tiba-tiba menemukan diri mereka dalam perdebatan yang penuh gairah tentang cara menafsirkan Kitab Suci. Seorang non-muslim mahasiswa pascasarjana yang menyaksikan dialog diringkas sebagai pertemuan yang tidak biasa yang menunjukkan berapa banyak anggota masyarakat yang peduli untuk satu sama lain sementara bergairah tidak setuju di antara mereka sendiri.

Setelah masing-masing dialog ini, saya dan tim siswa bekerja dengan saya dalam proyek ini mencari umpan balik dari para peserta dan di depan kamera. Umpan balik ini sangat positif. Orang-orang menemukan dialog informatif, berdasarkan pengalaman mencerahkan dan bermanfaat. Mereka tidak keluar diyakinkan bahwa semuanya baik-baik dengan dunia. Tapi mereka keluar dengan pemahaman yang lebih baik dari apa yang terjadi dalam hati dan pikiran yang lain.

Paling penting, baik pengunjung dan host merasa bahwa mereka telah berbagi pikiran dan perasaan, ketakutan dan harapan mereka tentang yang lain secara langsung. Pengalaman mereka adalah katarsis dan kemenangan bagi diplomasi publik.

Kita hidup dalam sebuah multikultural, multiras dan multi-religius masyarakat. Perbedaan, kecil dan mendalam, ada dan kita merayakan mereka. Namun, untuk mempertahankan hidup, produktif dan damai masyarakat, untuk mencegah konflik dan menghindari dysfunctionality, kita harus menanamkan rasa hormat dan toleransi terhadap perbedaan-perbedaan ini dan bahwa hanya dapat datang dari saling pengertian dan saling penerimaan.

Muqtedar Khan adalah Direktur Studi Islam di University of Delaware dan seorang Fellow dari Institute for Social Policy and Understanding.

by http://www.ijtihad.org/
Bacalah...

Dan (engkau akan mengetahui) bahwa penguasamu adalah zat yang Maha Pemurah.

Pada ayat satu, Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad SAW untuk membaca, akan tetapi obyek bacaannya menyangkut hal-hal yang diciptakan oleh Allah. Sedangkan pada ayat ini obyek bacanya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kemurahan Allah.

Untuk mengetahui suatu hal yang mengandung kemurahan Allah, diperlukan definisi yang jelas, dengan definisi tersebut akan memudahkan kita dalam membaca sesuatu yang bernilai kemurahan, khususnya kemurahan Allah SWT.

Merurut tinjahuan bahasa, istilah bahasa dalam surat pertama dan kedua,menggambarkan sebuah kemurahan atau kemuliaan, sedangkan kemurahan sendiri berasal dari kata murah lawannya tidak mahal. Purwadarminta mengartikan, ada 3 macam yaitu:

1. Berlimpah-limpah

2. kurang dari harga biasanya

3. kemurahan artinya kelimpahan atau suka memberi tidak pelit.

Kemurahan-murahan Allah itu bisa terbentuk pemberian yang berupa alam,manusia dan petunjuk dengan segala perangkatnya. Prinsipnya pemberian tersebut dapat memberikan arti bagi kehidupan manusia, khususnya memberikan perasaaan kententraman, kenikmatan, keamanan dan keindahan.
Jadi perintah membaca pada surah diatas adalah membaca atau meneliti hal-hal yang memiliki arti bagi kehidupan manusia.

Hikmah membaca atau meneliti Kemurahan Allah SWT

1. kemurahan Allah pada Alam
Alam disekitar manusia, terdapat 3 bentuk yaitu alam berhayat, alam tumbuhan dan alam binatang. Ketiga alam tersebut jika diteliti banyak memiliki potensi dan arti bagi kehidupan manusia. Pada dunia kesehatan, teknologi, sipil, dan fashion, banyak melibatkan alam tak berhayat, sedang untuk kehidupan, kenikmatan, kesehatan, kesenian peranan alam tumbuhan dan alam binatang sangat dominan, akan tetapi disamping memiliki potensi yang bisa mententramkan kehidupan manusia, juga memiliki potensi bencana apabila manusia keliru atau tidak dalam mengelolanya.

Sehingga dengan membaca alam, akan berakibat bagi manusia untuk meninggikan potensi alam bagi kehidupan dan kesejateraan umat manusia dan berusaha menghilangkan / melemahkan potensi yang dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Apabila kita kaji lebih mendalam sifat alam yang demikian, manusia akan menggunkan tenaga dan pikirannya untuk bergerak dan maju, menuju kesempurnaan. Sedangkan gerak dan kemajuan tesebut sebenarnya merupakan keharusan alamiah, tanpa gerak dan kemajuan manusia akan hancur.


Seseorang yang tidak pernah membaca realitas alam dalam kaitanya dengan kesejaterahan kehidupan umat manusia, dala kaitan ini kemurahan Allah, mereka tidak akan merasakan kenikmatannya kehidupan alam, nikmatnya pemberihan Allah, nikmatnya usaha mencari kehidupan alam, dan nikmatnya keberhasilan. Mereka akan hidup dalam selera rendah, hidup tanpa ketinggian cita-cita, akibatnya mereka menjadikan kehidupan ini sebagai tempat tidur, alam dengan rumput-rumputnya bisa sebagai alas tidurnya dan langit sebagai atap rumahnya.

Kemajuan-kemajuan Negara-negara Eropa, karena pengetahuan mereka tentang alam dalam kaitannya dengan kesejateraan manusia, sangat pesat, sehingga mereka tidak segan-segan mendapatkan kehidupan diluar negaranya. Kekeliruan mereka hanya tidak mengkaitkan nikmatnya alam itu dengan kemurahan Allah, sebagai zat yang menjadikan itu semua, structural ilmiahnya,

mereka tidak mengkaji/meneliti/Iqro’ terhadap asal usul kehidupan alam, mungkin juga mereka mengkaji akan tetapi keliru dalam mengambil kesimpulan, akibatnya mereka hanya mendapatkan kenikmatan alam, kemajuan dalam memodifikasi nikmat-nikamat alam, tetapi disisi lain,

khususnya pada pengaturan kenikamatan alam secara sosial, mereka mendapatkan kesulitan, mereka cenderung melakukan monopoli, fanatisme kebangsaan, dan menderitakan orang lain akibatnya bencan apeperangan senantiasa menyelimuti mereka, Alam bukan dijadikan untuk kenikmatan umat manusia akan tetapi dijadikan senjata-senjata penghancur manusia.
(Bersambung)

Dikutip dari Buletin Ulul Albab No.03/Th.II/September 1991
By Iskandar al-Warisy
Filsafat memiliki pengertian dalam beberapa aspek, diantaranya :


filsafat adalah hasil pemikiran otak manusia dalam memahami fakta, fakta itu bisa alam, manusia, Tuhan dan karya-Nya termasuk wahyu, dalam memahami itu manusia dimunkinkan salah dan dimungkinkan benar, hal ini dapat kita lihat tentang perbedaan para penafsir kitab suci khususnya Al-Quran/Mufassirin dalam memahami al-Quran kekeliruan yang paling umum dalam memandang filsafat adalah:

1. Filsafat adalah hasil pemikiran murniyang hanya menekankan pada rasional saja. Kekeliruan mereka mengartikan akal murni sama dengan menolak hal yang bersiafat supernatural atau wahyu dan dalam mengartikan pengertian secara filosofis,mereka hanya mengartikan secara umum,padahal metoda rasionalitas dal am filsafat bersifat teknis.


2. filsafat adalah pengetahuan orang-orang barat dan orang-orang kafir, tanpa batasan orang kafir dengan ilmu kekafiran, orang islam dengan syariat islam. Padahal banyak sekali orang kafir yang menjalankan ilmu islam, sebaliknya orang islam banyak yang mengamaliahkan ilmu kekafiran.


3. Dari kesan no.2 diatas, pada perkembangan selanjutnya, mereka menempatkan filsafat sebagai pengetahuan yang menentang wahyu.
    

4. Dampak kekeliruan penafsiran

Umat islam yang keliru menafsirkan istilah Iqro’ (membaca) dengan kata Qul (katakanlah), akibat mereka tidak akan membaca lingkungan, tetapi membaca “Bismirobbika alladzi kholaq” (Dengan nama tuhanmu yang menjadikan ). 


Dengan demikian mereka tidak akan menemukan berbagai pengetahuan lingkungan dan akan menjadikan kalimat Bismirobbika alladzi kholaq sebagai tasbih atau zikir, mungkin dilakukan berulang-ulang, ratusan bahkan ribuan, pada puncak bacaan tersebut dijadikan sebagai mantera yang dijadikan alat untuk mendapatkan rahmat, mereka kemana-mana akan memegang tasbih untuk mengontrol beberapa kalimat yang sudah dibaca akhirnya umat islam hanya ahli dalam membaca kalimat akan tetapi mereka akan menjadi orang yang sangat awam dengan pengetahuan alam dan manusia. 


Para penjajah paling senang mengadapi masyarakat islam dengan pola seperti mereka, rata-rata menjadi umat yang pasif, selama tempat membaca kalimat disediakan mereka sudah sangat gembira dan memandang penjajah itu sebagai orang yang berbuat baik terhadap isalm dan umat islam.

Disinah sumber kehancuran umat islam, mereka merasa benar dan merasa telah menjalankan perintah Allah untuk membaca kalimat tersebut, padahal meraka telah melakukan kelalaian dalam memahami ayat-ayat Allah. (bersambung)

Dikutip dari Ulul Albab By Iskandar Al-Warisy

baca Bab 1 dan Bab 2